Blogger Tricks

Sunday, September 29, 2013

>>>KHIANAT DI ATAS PENGKHIANATAN

     Bulan September akan selalu dikenang dalam sejarah pahit perjalanan bangsa Indonesia. Bulan dimana sebuah tragedi nasional telah mencabik-cabik jiwa dan raga sebuah bangsa yang masih belia. Sebuah bangsa yang lahir di tengah-tengah pertempuran dua ideologi besar dan masih berada dalam bayang-bayang berakhirnya Perang Dunia II.
     Perang berakhir dengan kemenangan dari pihak sekutu di bawah komando Amerika Serikat. Di sudut lain, sebuah negara dengan ideologi komunisnya berambisi meluaskan pengaruh ke kawasan wilayah yang ditinggalkan oleh Jepang sebagai pihak yang kalah perang. Sehingga memicu sebuah perang urat syaraf atau perang dingin dalam bentuk perlombaan senjata nuklir yang kekuatannya ratusan kali lipat dari bom atom yang dijatuhkan di kota Hiroshima dan Nagasaki (1945).
     Dan Indonesia serta mungkin juga Vietnam, adalah medan pertempuran yang sebenarnya. Bisa dibayangkan pada saat anda baru saja terbangun dari tidur kemudian dihadapkan pada sebuah suasana bising dan kacau di depan mata, maka yang terjadi adalah kebingungan dan kepanikan serta ketidakberdayaan dalam merespon segala peristiwa di sekeliling kita.
image 01. Para pahlawan revolusi
     Dalam skala lokal nasional peristiwa G 30 September mudah terlihat sebagai konflik internal anak-anak bangsa Indonesia sendiri. Namun jika dilihat dalam perspektif yang lebih luas maka tragedi tersebut merupakan konsekwensi logis dari kebijakan pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Presiden Sukarno yang terlihat di mata negara-negara Barat sebagai condong ke Blok Timur. Walaupun dalam setiap kesempatan dalam forum nasional maupun internasional Bung Karno selalu menegaskan posisi Indonesia sebagai negara Non Blok.
     Sayangnya, hal ini mungkin hanya disadari oleh Bung Karno seorang atau juga segelintir orang di sekitar beliau saat itu. Konspirasi internasional telah berhasil menggiring sebuah bangsa yang belum begitu sadar akan taktik dan strategi kamuflase perang, menuju ke arah sebuah perang saudara dan “bunuh diri massal” dalam negaranya sendiri. Bagaimana tidak, persatuan bangsa yang telah bertahun-tahun dibangun dan dirawat dengan penuh kasih oleh seorang Bung Karno akhirnya hancur berantakan justru oleh segelintir kaum oportunis dari bangsanya sendiri. 
     Yah..., walaupun mungkin mereka juga tidak secara sadar sesadar-sadarnya saat melakukan kekeliruan tersebut namun pengkhianatan tetaplah pengkhianatan. Semoga kisah pilu di bulan September itu mampu lebih mendewasakan bangsa kita dalam hal cara berkomunikasi mengatasi perbedaan yang ada. 


No comments:

Post a Comment