Sepintas kelima sila Pancasila disusun berurut sesuai skala cakupannya. Ketuhanan dan Kemanusiaan sebagai inti dua sila awal mencakup hal-hal umum dan universal tanpa batasan-batasan geografis. Dalam konsep Bung Karno keduanya bisa dikelompokkan sebagai prinsip internasionalisme.
Sila Persatuan, sila ketiga, mulai menegaskan teritori pemberlakuan nilai dan falsafah Pancasila, yaitu sebuah kepulauan bernama Indonesia. Sebagai sistem internal lebih lanjut dijabarkan dalam mekanisme pengambilan keputusan berupa Permusyawaratan dan Perwakilan. Satu hal penting dalam mekanisme tersebut adalah keberadaan sebuah "Hikmat Kebijaksanaan".
img. Hikmat Kebijaksanaan |
Sila kelima tak lain adalah tujuan akhir dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyatnya. Sebuah kondisi yang hanya mungkin tercapai jika tercipta lebih dulu sebuah situasi stabil dan kondusif berupa persatuan antar seluruh elemen bangsa. Sisanya tinggallah proses perumusan cara dan usaha-usaha untuk mewujudkan Keadilan Sosial itu sendiri.
Dua dekade awal setelah proklamasi kita masih berkutat dalam usaha mengukuhkan kembali dasar-dasar Ketuhanan dan Kemanusiaan. Persatuan bangsa terus diuji hingga tiga dekade berikutnya. Cukup berhasil, walau terasa ironis, sebab melukai prinsip-prinsip kemanusiaan universal. Ratusan ribu anak bangsa terbunuh sia-sia akibat intrik perebutan kekuasaan secara samar. Persatuan dibangun atas landasan dendam serta penindasan, bukan atas prinsip persamaan serta persahabatan.
Dua dekade terakhir barulah Sila Persatuan itu mulai dibangun sebagai pondasi tegaknya kedaulatan bangsa secara natural dan apa adanya, tanpa topeng dan rekayasa. Rekonsiliasi diusahakan untuk menghapus dendam antar kelompok di masa lalu. Meski demikian, Persatuan masih terus mengalami gangguan dan teror dari kelompok radikal berbasis agama.
Sudah tujuh dekade berlalu, tiga generasi berganti, masyarakat negeri ini belum juga sampai pada tujuannya. Keadilan Sosial masih asing terasa, yang nampak malah kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin. Meskipun demikian optimisme harus tetap kita jaga dan gelorakan. Sebab jika Persatuan tak lagi menguras pikiran, maka usaha untuk mencapai Keadilan Sosial itu akan terasa lebih mudah dan lapang. Kita tinggal berharap munculnya Ratu Adil berupa "Hikmat Kebijaksanaan" dalam sikap dan perilaku para penyelenggara negara.
Hikmat Kebijaksanaan adalah persilangan sikap lembut seorang Ibu dengan ketegasan seorang Bapak. Hikmat Kebijaksanaan merupakan panji dan pamong bagi negeri. Dengannyalah cita-cita Keadilan Sosial itu bisa diwujudkan. Hanya dengan sikap hikmat dan bijaksanalah seorang pemimpin akan mampu mengayomi seluruh warganya. Kebijaksanaan seorang pemimpin kini menjadi harapan seluruh negeri. Hanya pemimpin bijaksana yang layak memperoleh gelar Ratu Adil, seorang pemimpin yang kelak akan mampu mewujudkan cita-cita para pendiri negeri. Mewujudkan sebuah Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
*****
No comments:
Post a Comment