Kebenaran akan menemukan dirinya sendiri. Agama hanyalah cara untuk menemukan kebenaran, ia bukanlah hakikat sebuah kebenaran. Seperti seorang ayah yang memberikan sepatu kepada sang anak untuk dipakai ke sekolah. Bukan sepatu itu yang mengantarkan sang anak menemukan sekolahnya. Sepatu hanyalah alas tempat berpijak. Pikiran dan imanlah yang membawa sang anak pada tujuan hidupnya.
img01. Sepatu, alas tempat berpijak
Kebenaran adalah energi alam, kekal dan abadi. Mungkin sesekali ia tersembunyi, namun keberadaannya adalah mutlak dan nyata.
Sementara kejahatan hanyalah kebenaran yang berjalan di gelap malam. Ia akan menampakkan diri saat berjalan di bawah sinar lampu yang bersumber dari terangnya pikiran. Kejahatan adalah bayangan yang tercipta oleh sinaran cahaya kebenaran. Tak akan nampak kejahatan tanpa ia ditunjuk oleh sebuah kebenaran.
Agama di zaman moderen telah berproses menjadi berhala baru. Ia menjadi sembahan, sementara Tuhan hanyalah penonton di SinggasanaNya. Umat beragama saling bunuh sambil menyeru Tuhannya serta menganggap Tuhan harus dibela dan ditolong. Sebuah kekeliruan yang nyata. Manusia-manusia itulah yang butuh bantuan dan pertolongan dari Sang Khalik, bukan sebaliknya.
Manusia mencari kebenaran dengan pancaindranya. Sementara hakikat kebenaran berada di luar pancaindra manusia. Mungkin ia melintas dalam pancaindra, namun ia hanya akan bersemayam dalam jiwa. Pikiran manusialah yang akan menerangi dan kemudian menjemput kebenaran itu.
Bangsa yang terus sibuk bertikai memaksakan sepatu milik masing-masing saja yang paling pantas dipakai berjalan, tak akan pernah sampai pada tujuan kebangsaannya. Saat mereka sampaipun, hal pertama yang mereka lakukan adalah memaksa saudaranya menanggalkan sepatu-sepatu milik mereka.
Mereka pikir telah sampai ke sekolah, tapi bukankah sekolah hanyalah sarana menuntut ilmu? Dan ilmu itu tersimpan dalam pikiran, bukan dalam sepatu.
No comments:
Post a Comment