Globalisasi adalah sebuah keniscayaan dalam dunia yang semakin sempit. Teknologi informasi tumbuh pesat dan membuat setiap orang dapat terhubung dengan banyak orang dari berbagai tempat di seluruh dunia. Jarak tak lagi menjadi masalah.
Akhir-akhir ini muncul kekhawatiran akan masuknya ribuan buruh asing sebagai konsekwensi perdagangan bebas ASEAN (AFTA) akhir 2015.
Ada baiknya kita tak terlalu cemas, minder atau rendah diri, hal ini mestinya memicu kita untuk segera berbenah dan berusaha menjadi tuan di rumah sendiri. Biarlah orang luar yang menjadi kuli. Masalahnya, apakah kita sudah menyiapkan diri menjadi tuan di negeri sendiri? Jangan-jangan secara tak sadar kita sendiri menginginkan untuk tetap menjadi kuli. Bukankah untuk menjadi kuli kita tak perlu cerdas-cerdas banget? Yang jelas, suka tidak suka, AFTA akan tetap berlaku pada waktu yang telah disepakati.
img. Masyarakat Ekonomi ASEAN |
Sudah waktunya anak bangsa saling rangkul, mengasah keterampilan dan mempertinggi keahlian untuk menjawab tantangan tersebut. Tak perlu lagi menguras tenaga dalam urusan politik praktis. Tak guna pula terus berdemo dan menyalahkan situasi di depan mata. Tantangan harus dihadapi dengan lapang dada dan jiwa besar. Memposisikan diri sebagai bagian dari solusi, bukan malah menjadi pemicu dan sumber masalah.
Bung Karno memandang rakyat Indonesia sebagai seorang Marhaen. Individu dengan karunia sebidang tanah yang dikelola turun temurun. Eksploitasi pemilik modal membuat struktur masyarakat tradisional seperti ini jadi terganggu. Marhaen kehilangan tanah dan akhirnya menjadi kuli di tanah sendiri. Regulasi terhadap kebuasan monster bernama Modal harus bisa diredam sebijak mungkin agar jurang ekonomi tak lagi tercipta. Kesenjangan ekonomi membawa potensi masalah sosial. Ia pun tak sejalan dengan cita-cita keadilan sosial dalam sila kelima Pancasila.
Koperasi bisa menjadi alternatif pengelolaan modal. Koperasi mampu mengangkat derajat masyarakat di tengah bentuk industri moderen yang cenderung memperbudak kaum pekerja. Konglomerasi tak memberi jalan keluar. Pepatah Bugis kuno berpesan, takkan runtuh yang datar. Pemerataan dan keadilan, baik kepada akses pekerjaan maupun kepemilikan usaha akan menciptakan iklim kondusif bagi kemandirian bangsa.
Bangsa mandiri tak akan cemas dengan migrasi buruh asing. Buruh tetaplah buruh, ia sangat bergantung pada tuannya. Jika regulasi dunia usaha dapat memicu kemandirian bangsa seperti pola ekonomi ala koperasi maka kita tak perlu lagi untuk cemas dan rendah diri menyambut kedatangan para kuli dari luar. Kita telah menjadi tuan di negeri sendiri.
*****
No comments:
Post a Comment