Ritual - 1
Kedekatan masyarakat nusantara terhadap fenomena makhluk astral bukanlah hal baru. Kisah adanya hubungan khusus Kanjeng Ratu Kidul dengan raja-raja Jawa diyakini oleh masyarakat Jawa. Kerajaan alam gaib juga diyakini berada di sebuah daerah di Palu Sulawesi Tengah. Masyarakat sekitar mengenalnya dengan nama Uwentira. Danau tiga warna di Kelimutu diyakini pula sebagai tempat para arwah berada. Masyarakat nusantara tak bisa dilepaskan dari hubungan mereka dengan alam gaib.
img. Candi Borobudur |
Bagi seorang K.H. Fahmi Basya, keberadaan candi Borobudur adalah bukti keterlibatan makhluk astral dalam perjalanan sejarah budaya nusantara. Lebih jauh lagi, beliau menyebut Borobudur sebagai karya peninggalan Nabi Sulaiman, seorang nabi yang menguasai rakyat jin dan manusia. Borobudur sangat mustahil dibuat oleh manusia biasa dengan tingkat peralatan dan pengetahuan sederhana. Tentu akan ada sosok makhluk cerdas dan berteknologi tinggi untuk menghasilkan ukiran sehalus dan seindah ukiran patung serta relief di setiap bagian candi Borobudur.
Pengetahuan moderen belum mampu menjelaskan keterkaitan berbagai ritual budaya dan agama nusantara dengan keberadaan makhluk astral. Hal ini bisa difahami sebab ilmu pengetahuan moderen hanya berlandaskan pada adanya bukti visual material terhadap sebuah teori atau hipotesa. Ia belum dianggap ada sebelum bukti visual material itu disajikan di depan mata. Ritual masyarakat nusantara dianggap sebagai sesuatu yang irasional. Sementara masyarakat kita sendiri menganggap keirasionalan tersebut sebagai sebuah rasionalitas yang lebih tinggi. Rasionalitas yang belum terdeteksi oleh ilmu pengetahuan konvensional. Rasio atau logika masyarakat nusantara ini disebut Tan Malaka sebagai logika mistika.
Kemajuan teknologi informasi digital sesungguhnya memberikan gambaran yang mendekati kegaiban dalam ritual peribadatan masyarakat nusantara. Inti sebuah komunikasi jarak jauh adalah pada kesamaan frekwensi. Alam astral berada pada frekwensi tertentu. Hanya saja, ia berada di luar range frekwensi pancaindra manusia. Ritual mempersempit jarak hingga ke ambang batas pertemuan alam nyata dan gaib. Di tepi batas itulah kedua alam akan berinteraksi.
Ritual tertentu mengarahkan frekwensi otak pada gelombang Alfa, tempat dimana alam materi dan immateri bertemu (quanta). Doa merupakan perintah tersembunyi untuk menghadirkan sebuah materi ke alam nyata. Kenyataan bahwa doa yang dilakukan di tempat sepi dan pada waktu larut malam dalam suasana khusyuk mengindikaskan adanya proses penenangan untuk mencapai frekwensi ideal dalam pelantunan doa. Hanya doa dalam kondisi khusus saja yang akan mudah terealisasi. Kondisi ini disebut sebagai zona ikhlas yang berada pada gelombang otak Alfa. Erbe Sentanu menyinggung hal tersebut dalam buku berjudul Quantum Ikhlas.
Ritual peribadatan seperti shalat/sembahyang menciptakan prakondisi bagi sebuah pengabulan doa. Mengarahkan otak pada gelombang Alfa. Ia juga merupakan simbol penghambaan. Sedangkan ritual sesajen merupakan tradisi budaya yang diyakini sebagai media komunikasi antara manusia dan makhluk astral penguasa gunung maupun lautan. Bisa diartikan sebagai upaya menjalin persahabatan dan dialog setara. Bukan sebagai ungkapan kehambaan kepada Sang Pencipta. Kedua ritual memiliki misi berbeda, meskipun kenyataannya ritual sesajen dapat pula ditafsirkan sebagai bentuk penghambaan kepada makhluk astral. Sesuatu yang sangat bertentangan dengan faham Monotheistik.
*****
No comments:
Post a Comment