Seiring waktu, besi yang tak terawat akan segera berkarat dan kusam. Cermin yang tak terurus akan buram dan tak lagi bisa memantulkan bayangan dengan sempurna. Kebun tak bertuan akan dipenuhi semak belukar. Kehidupan terus berjalan berteman waktu. Sang waktu begitu kuat sehingga jeda sekecil apapun akan membuat semesta berantakan. Sang Pencipta masih berkenan menjaga kontinuitas Sang Waktu.
Tujuh dekade berlalu namun pengorbanan para pejuang kemerdekaan belum juga tertebus. Kemiskinan dan kebodohan masih terus mengintai, kedaulatan masih kerap tergadai, kemandirian belum tertuai sementara kepribadian berbudaya kita tak juga menunjukkan nilai. Kita lebih gemar menyanjung budaya asing.
img. Karat-karat pengganggu |
Barat, India, Jepang, Korea dan Arab terus menggerus budaya asli nusantara. Celakanya, kita sering salah filter. Kita cenderung mengambil nilai negatif dari budaya-budaya tersebut. Yang paling menonjol adalah sikap individualistik, pengagungan tampilan fisik dan gejala fasis; memuliakan kelompok dan mengkafirkan orang lain. Padahal mereka memiliki banyak keunggulan budaya yang bisa kita adaptasi; inovasi serta semangat untuk maju dan berkompetisi.
Negeri kita masih karatan, penuh koruptor, begal, pengkhianat dan pengagum ideologi jalan pintas. Padahal kita punya Pancasila yang intinya adalah gotong royong, sebuah sikap kekeluargaan dalam konteks aktif. Aktif bergerak dan berkarya.
Kita sesungguhnya hanya perlu membersihkan diri dari karat, debu dan semak belukar di depan kita. Namun karat negeri terparah adalah semangat jegal-menjegal sesama anak bangsa. Mungkin obat penghilang karat jenis ini belum kita temukan hingga sekarang. Masih terus menunggu Sang Penemu. Sayang beribu sayang, hingga saat ini arwah para pejuang belum juga mendapatkan buah pengorbanan mereka. Therlaluhh...!!!
*****
No comments:
Post a Comment