Sangat aneh jika Tuhan membekali ciptaan terunggulnya dengan sifat benci. Tentu ada maksud khusus di dalamnya. Untuk apakah potensi membenci itu disematkan pada manusia? Untuk memicu perang? Untuk melukai sesama? Menghancurkan alam? Atau malah untuk merangsang rasa suka?
Tuhan menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan. Prinsip ini menginspirasi perkembangan dunia digital hingga sekarang. Pasangan benci adalah suka. Lawan suka adalah benci. Namun titik teraman hampir selalu berada di tengah-tengah, sesuatu yang pasti sulit ditemukan dalam prinsip digitalisme atau dikotomi kehidupan. Di sanalah letak kedamaian.
img. Kebencian dan Cinta |
Tuhan menciptakan benci sebagai bayang-bayang rasa suka, orang bilang batas benci dan suka itu sangat tipis. Secara alami rasa suka akan tumbuh lebih dulu. Rasa suka itu netral. Benci akan muncul saat cahaya menciptakan bayang-bayang. Benci muncul saat rasa suka menemukan saingannya. Sulit membayangkan rasa benci hadir saat bumi hanya berisi sepasang manusia.
Jika kebencian masih melekat pada diri seseorang atau kelompok maka ia hanya perlu mengingat bahwa kebencian bukanlah bawaan lahir manusia. Ia hadir setelah manusia berkelompok dan bermasyarakat. Yang dibutuhkan hanyalah kelapangan dada. Kebencian hanyalah tirai. Ia menjadi tirai terhadap rasa suka. Banyak cerita tentang dua manusia yang tadinya saling benci namun akhirnya berbalik saling menyintai.
Begitulah Tuhan menganugerahkan rasa benci. Ia hanyalah tirai bagi sebuah kejutan. Kejutan bagi rasa suka manusia. Memupuk dan menebar kebencian hanya akan dilakukan oleh manusia-manusia yang kadar kemanusiaannya sendiri masih dipertanyakan. Tuhan pasti tak keliru menyebut manusia sebagai ciptaan terhebatNya.
*****
No comments:
Post a Comment