Blogger Tricks

Titik Nol


Di manakah Indonesia itu..???

Perjalanan akan kita mulai dengan pertanyaan, “Di manakah Indonesia itu...?”. Jawaban dari pertanyaan tersebut akan membawa kita menyusuri alur-alur sejarah yang terbentang sejauh mata memandang. Dalam sejarah, masyarakat Indonesia dikenal melalui interaksi para pedagang yang bertujuan mencari sumber rempah-rempah untuk diperdagangkan.



Diapit oleh dua benua, Asia dan Australia dan dua Samudra, Pasific dan Hindia, berderet sepanjang garis katulistiwa dengan beribu-ribu pulau besar dan kecil. Wilayah Indonesia sudah lama dikenal sebagai penghasil rempah-rempah terbaik. Para pedagang dari seluruh dunia dengan latar belakang budaya dan agama berbeda hilir mudik menuju wilayah-wilayah di pelosok nusantara. Dengan armada tercanggih saat itu, kapal-kapal laut berukuran kecil dan besar melintasi laut dan sungai menuju sumber rempah-rempah yang dicari. 

Dengan karunia laut luas dan sungai yang besar jadilah wilayah Indonesia sebagai lalu lintas perdagangan yang begitu dinamis. Bisa dimaklumi jika pada akhirnya setiap wilayah di Indonesia mewarisi kebiasaan dan adat istiadat yang beraneka ragam bergantung dengan siapa dan dari mana orang-orang yang berinteraksi bersama mereka saat itu.


Persamaan di tengah perbedaan

Wilayah-wilayah Indonesia dipisahkan secara geografis oleh lautan di sekelilingnya serta sungai-sungai yang mengalir membentuk batas-batas visual yang biasa digunakan secara sederhana untuk menandai sebuah daerah. Kerajaan-kerajaan kecil tumbuh dan berkembang di sekitar pelabuhan yang merupakan terminal dan area pertemuan antara pendatang dan penduduk lokal.

Dari kerajaan-kerajaan kecil dan beberapa di antaranya saling menaklukkan maka seiring waktu berjalan bermunculanlah kerajaan-kerajaan besar di zamannya masing-masing. Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Mataram, Demak, Kutai dan beberapa kerajaan lainnya menandai sejarah kerajaan-kerajaan di Indonesia. Sejarah juga pada akhirnya mempersatukan wilayah bekas kerajaan-kerajaan tersebut ke dalam satu koloni yang dikuasai oleh bangsa dari benua Eropa. Berabad-abad setelah itu di sekitar era Perang Dunia II beberapa pemuda dari wilayah koloni tersebut dengan latar belakang etnis berbeda berikrar untuk menyatukan diri mereka ke dalam Negara Indonesia.


Jembatan Emas

Kemerdekaan.... Bung Karno Menyebutnya sebagai “Jembatan Emas” menuju Indonesia yang adil dan sejahtera. Namun jika dicermati lebih jauh, Jembatan Emas itu bukan hanya untuk Indonesia semata.

Pembukaan UUD ’45 mengamanatkan penghapusan kolonialisme dan imperialisme di seluruh dunia. “Penjajahan di atas dunia harus dihapuskan ..!!”, adalah sepenggal kalimat dalam mukadimah tersebut. Sejarah menunjukkan secara kasat mata cita-cita ini telah tercapai. Bekas koloni-koloni tersebut telah merdeka. Namun apakah semuanya telah berakhir...??

Dari sinilah penafsiran tentang Indonesia Merdeka tersebut akan kita buka kembali melalui jendela-jendela sejarah bangsa ini. Pertanyaan-pertanyaan seperti, “Apakah setiap orang di negeri ini telah menikmati kemerdekaan..?”, “Apakah kekayaan alam telah dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat..?’ “ Apakah kebijakan pemerintah berpihak kepada rakyat ataukah kepada pemilik modal..?” dan berpuluh-puluh pertanyaan lain yang membuat nafas kita sesak dan kembali bertanya.. “Untuk inikah para nenek moyang dan pejuang-pejuang kemerdekaan mengorbankan jiwa dan raga mereka..???”. Jangan-jangan jembatan emas itu telah kita pereteli sendiri sedikit demi sedikit dan kemudian kita serahkan kembali kepada “mereka”. Betapa ironisnya...

Putra sang Fajar

Perjalanan sejarah kemerdekaan Indonesia tak bisa lepas dari sosok seorang Bung Karno. Sejak lahir Bung Karno telah “dipersembahkan“ oleh ibu beliau untuk menjadi pemimpin besar bangsanya dengan menyebutnya sebagai “Putra Sang Fajar”. Gunung Kelud tak ketinggalan merayakan dengan “petasannya”. Seiring langkah berjalanlah beliau menapaki takdir yang telah ditetapkan untuknya.

Sepuluh tahun dalam tahanan dan pengasingan tak mampu menghapus mimpi Bung Karno untuk sebuah Indonesia Merdeka. Sejarah telah menentukan skenarionya sendiri, Perang Dunia Kedua berakhir memberikan celah kepada pejuang-pejuang kemerdekaan untuk mengumandangkan kata “Kemerdekaan“ kepada dunia. Ramalan Bung Karno saat berada di pengasingan Endeh 7 tahun sebelumnya begitu akurat dan menjadi kenyataan. Proklamasi dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Sejarah mencatat hitam dan putih perjalanan Bung Karno sebagai Presiden I Republik Indonesia. Beliau menjalani takdirnya dengan sedih, belum dapat mengantarkan bangsanya menjadi bangsa yang adil dan sejahtera. Walaupun dengan wajah baru Indonesia tetap berjalan menuju langkah berikutnya. Jarak mendekati 70 tahun sejak kemerdekaan, saat ini masih menjadi tanda tanya, apakah Bung Karno dan para pendahulu negeri ini sudah bisa tersenyum melihat keadaan Bangsanya..?


Benalu Liar Peradaban

Kita sedang berada dalam sebuah peradaban yang dipenuhi benalu-benalu ganas. Benalu yang hidup dan bertengger pada batang dan ranting-ranting Ibu Pertiwi. Benalu yang kemudian bisa hidup dan tumbuh besar bahkan melebihi induk semangnya sendiri. Benalu itu datang dengan keramahan dan “niat baik”, tapi kemudian menjelma menjadi monster yang memangsa ibunya sendiri.

Ibu Pertiwi bukanlah makhluk yang lemah. Air susunya lebih dari cukup untuk menghidupi seluruh alam bagaikan air zam-zam yang abadi. Akan tiba saatnya bagi Ibu Pertiwi untuk memastikan bahwa:


Anak kandungnya sendirilah yang paling berhak 
atas air susu itu..!!