Bon-Bon terkesima menyadari bahwa kini ia benar-benar berada pada alam dimensi lain. Bukankah peristiwa ini hanya bisa terjadi setelah mustika penawar waktu telah ada dan menjadi miliknya? Tapi, mengapa harus ia alami secepat ini? Apakah mereka masih bisa kembali ke alam asal? Siapa yang mengirim mereka ke sini? Berapa lama keanehan ini akan berlangsung? Berbagai pertanyaan muncul bersamaan.
Made dan Helena ikut keluar dari mobil, mengamati keanehan di sekeliling mereka. "Oh my God! Where are we, Made?" Helena tak habis pikir.
"Tenang, tenang. Helena, coba cek jam tangan kamu" Bon-Bon berusaha menenangkan. Di antara mereka bertiga, hanya Helena yang mengenakan jam tangan.
"Ai dan Made akan mengaktifkan stopwatch di gawai masing-masing. Ambil foto indikator mobil dari speedometer! Kita sepertinya telah tersesat ke dalam lorong waktu!"
Made dan Helena menuruti perintah Bon-Bon. Keduanya bertanya-tanya, dari mana Bon-Bon bisa mengetahui dengan pasti fenomena yang kini sedang mereka alami? Bagi mereka, semua ini pasti hanya mimpi. Hanya saja mimpi kali ini terasa terlalu nyata.
"Ok. Speedometer telah dicapture, jam menunjukkan pukul 20:20 dan stopwatch dalam gawai telah diaktifkan." Made memberi laporan pada Bon-Bon.
Suhu tercatat 21 derajat, sementara GPS tak berfungsi sama sekali. Sinyal ponsel penuh namun mereka tak bisa menghubungi satu sama lain. Bon-Bon berusaha mencatat seluruh indikator alam di sekitar mereka.
Ada yang aneh, jam menunjukkan pukul 20:20 namun mentari di ufuk fajar telah menampakkan diri. Bon-Bon semakin yakin, mereka telah tersesat ke lorong waktu. Bon-Bon mengaktifkan zona waktu kedua di gawai cerdas. Ia mencari zona yang menunjukkan pukul 05:20. Kini mereka bertiga telah berada dalam mobil kembali.
"Ayo kita jalan! pelan-pelan saja, Made. Perhatikan indikator jarak dalam speedometer!" Bon-Bon memberi instruksi sambil melirik kiri-kanan, berusaha mengamati perubahan dan tanda-tanda lain di luar mobil. Helena masih terlihat tegang, namun perlahan mulai menikmati petualangan ini. "It's amazing!" Gumamnya dalam hati.
Setelah 45 menit berlalu, tiba-tiba Helena melihat sebuah titik di kejauhan, matanya terbelalak. "Hey, Made..! Kamu coba lihat depan sana. Ada orang lain there!" Bahasa gado-gado Helena memecah keheningan.
"Mana..??"
"Over there..!!" Helena menunjuk lurus ke depan.
"Bukan! Mana..??" Made masih terus bertanya.
"........???" Helena dan Bon-Bon menatap aneh ke arah Made.
"Mana teropong binocularnya..? Ah.. ini dia..!" Made merogoh sebuah teropong kecil dari laci dashboard dan segera mengarahkan teropongnya ke titik yang ditunjuk Helena.
"Iya! Ada seorang kakek berjubah putih memegang tongkat sedang berdiri di tepi jalan."
Bon-Bon dan Helena berebut meraih teropong dari tangan Made. "Coba lihat! Ladies first..!!" Helena berhasil merebut lebih dulu. Ia memamerkan senyum kemenangan, Bon-Bon hanya bisa termangu.
"Apa ia sedang mencari tumpangan?" Bon-Bon melontarkan pertanyaan tanpa berharap ada jawaban dari siapapun. Made dan Helena masih saling berebut teropong untuk melihatnya lebih lama.
"Boleh saya lihat..??" Bon-Bon menjulurkan tangan, tak mampu menahan kekesalan. Helena memberikan teropong dengan berat hati. "Here..!!"
Bon-Bon meraih teropong kemudian mengarahkan pandangannya pada sebuah titik di kejauhan. Ia mengamati dengan seksama. Bon-Bon berusaha mencari objek lain di sekitar Sang Kakek. Tak ada. Bon-Bon tak menemukan penampakan orang lain di depan sana. Hanya seorang kakek, dengan tongkat di tangan. Bon-Bon meminta Made mempercepat laju kendaraan.
No comments:
Post a Comment