Blogger Tricks

Wednesday, November 25, 2015

>>>PERANG TANPA JIWA

     Perang semakin brutal. Ia bukan hanya mengancam kemanusiaan, tapi juga mencederai alam. Senjata moderen memiliki daya rusak yang semakin besar, bukan lagi sekedar daya bunuh efektif. Padahal target perang awalnya hanyalah membunuh musuh dan bukan merusak alam.
     Saat peperangan masih menggunakan panah, tombak dan senjata api sederhana maka hampir bisa dipastikan korban hanya akan terjadi pada manusia-manusia para pelaku peperangan. Alam tak akan terluka secara masif. Kini, setelah bom atom di Hiroshima dan Nagasaki terbukti mampu mendikte kebijakan sebuah negara, senjata-senjata berdaya rusak hebat telah dikembangkan oleh umat manusia.
img.   Perang  tak berjiwa
     Meskipun tujuan semula hanyalah intimidasi (gertak) untuk mendikte pemerintahan sebuah negeri, namun sebuah kecerobohan kecil saja akan memicu perang paling merusak dalam sejarah peradaban manusia. “Saya tidak tahu dengan senjata apa perang dunia ke-3 nanti, tapi saya tahu bahwa perang dunia ke-4 hanya akan menggunakan kayu dan batu", kata Albert Einstein.
     Penggunaan senjata hebat tersebut secara bersamaan sudah mampu "menghentikan perputaran bumi pada porosnya". Kiamat?? Yah, paling tidak Bumi sudah tak akan layak untuk dihuni lagi.
     Selain pengembangan senjata berdaya rusak hebat, nilai moral kemanusiaan juga telah hilang dari sebuah aksi peperangan. Seni tak lagi mendapat tempat dalam strategi peperangan moderen. Tak akan ada duel man to man yang memamerkan seni bertarung yang hebat. Yang ada hanyalah pertunjukan dentuman, ledakan, kembang api raksasa dan asap tebal menyaingi debu merapi. Semakin sulit membedakan tujuan peperangan, menaklukkan musuh atau menghacurkan alam. Ibarat membunuh seekor tikus dengan membakar lumbung sendiri.
     Perang moderen telah menjadi objek eksploitasi industri senjata. Semakin brutal sebuah perang berarti semakin besar pula pasar bagi perdagangan senjata-senjata berdaya rusak tinggi. Prajurit merayakan peperangan seakan sedang berpesta petasan dan kembang api. Penuh kemewahan namun nihil nilai dan minim jiwa ksatria sebagai seorang petarung sejati.
     Perang, seperti halnya pertarungan para hewan pejantan adalah untuk menentukan penguasa sebuah wilayah atau teritori. Perang adalah mekanisme keseimbangan alam, bagian dari seleksi alam itu sendiri. Alamlah yang berkuasa. Merusak alam sama sekali bukan bagian integral dari sebuah peperangan. Kita bahkan diajarkan untuk tak melukai wanita dan anak-anak, serta tak merusak rumah ibadah, rumah sakit dan bahkan sejengkal tanah sekalipun. Perang seharusnya menjadi ritual suci, seperti persaingan jutaan sperma untuk membuahi sebuah sel telur. Ia tak boleh brutal dan semena-mena. Perang tak boleh tanpa jiwa.

*****


No comments:

Post a Comment