Blogger Tricks

Monday, July 25, 2016

>>>GLOBALISASI

     Globalisasi menjadi keniscayaan. Bumi semakin sempit, pojok dan sudut yang dulu jauh kini mendekat cepat. Belahan Bumi terkoneksi tanpa sekat. Pertanyaan bagi kita adalah, di manakah posisi Indonesia di tengah kancah global saat ini?
     Ketika globalisasi merambah sebuah negeri maka ia akan berubah menjadi pisau bermata dua. Ia bisa melukai siapa saja, tamu pendatang atau bahkan tuan rumah sendiri. Kuncinya terletak pada siapa yang lebih siap dan lebih kuat menyambut arus globalisasi tersebut. Sebab globalisasi adalah wujud keterbukaan akses serta  ketiadaan sekat dalam berinteraksi di berbagai sisi kehidupan masyarakat. 
img.  Globalisasi
     Sebuah bangsa yang lengah dan lemah akan segera menjadi korban globalisasi. Ia akan menjadi pasar empuk bagi ekspansi industri dari negara maju. Sebaliknya, negara yang lebih siap akan mampu mengimbangi kecenderungan tersebut untuk juga membuka pasar ke luar negeri bagi produk-produk dalam negeri mereka. Suasananya akan menyerupai sebuah perang terbuka yang brutal dan sadis. Hukum rimba menjadi pengadil, siapa kuat dia dapat. 
     Perang budaya menjadi bagian tak terpisahkan dari pertarungan ini. Sebab budaya akan mengubah perilaku dan perubahan perilaku adalah syarat agar sebuah produk bisa diaplikasikan atau diserap oleh selera pasar yang menjadi incaran. Lebih jauh, perang budaya, pada titik tertentu adalah juga perang ideologi. Ideologi mengikat warga negara baik dalam hal politik maupun dalam perkara ekonomi. Ideologi adalah roh sebuah bangsa. 
     Jika sebuah industri yang menjual mobil pribadi ingin membuka pasar lebih luas di sebuah negeri, maka perilaku warga di negara target lebih dahulu harus diubah agar gemar mengendarai kendaraan pribadi daripada menggunakan transportasi umum. Tak peduli apakah budaya tersebut akan menyebabkan kemacetan di kota-kota atau tidak. 
     Di sisi lain, jika sebuah produsen bus ingin memperluas pangsa pasar bagi industrinya maka negara target harus lebih dulu didorong untuk membenahi infrastruktur maupun perilaku warganya, beralih menggunakan transportasi umum secara sukarela. 
     Jika tidak, maka cara termudah adalah memilih pasar yang sesuai dengan karakteristik produk industri yang dimiliki setiap negara. Tentu saja pasar seperti ini tak akan bertambah secara alami tanpa adanya penyesuaian dan ekspansi budaya ke wilayah lain. 
     Pada akhirnya globalisasi membuka ruang bagi peperangan ideologi secara tersembunyi. Imperialisme gaya baru makin tak terbendung. Konflik klasik antara Si Kuat dan Si Lemah terus berulang dan kini telah menemukan bentuk baru. Meski tak kasat mata, ideologi bangsa Indonesia kembali mendapat ancaman serius. Sebab globalisasi bukanlah kereta tanpa kusir. 
     Pancasila akan diuji, apakah ideologi berdasar gotong royong dan keadilan sosial ini mampu mengakomodasi kutub-kutub Kapitalis, Sosialis Komunis dan Pan Islamis. Sebab sejarah mencatat, Pancasila pernah takluk oleh hiruk pikuk pertarungan ketiga kutub tersebut. Globalisasi membuka peluang tanding ulang berbagai kutub kekuatan ekonomi dan politik yang ada. 
     Globalisasi memberi harapan namun di saat yang sama juga mengundang kecemasan. Kita tentu berdoa untuk hasil terbaik. Hanya Tuhanlah penentu akhir segala perkara.

*****

No comments:

Post a Comment