Blogger Tricks

Wednesday, November 20, 2024

TRANSFORMASI MERAH PUTIH

                             TRANFORMASI MERAH PUTIH

BENDERA KEMERDEKAAN VS BENDERA PERSATUAN

 

Sebagai identitas nasional, sebuah bendera memiliki arti sangat penting dalam hubungan bilateral maupun multilateral di seluruh dunia. Selain itu, bendera juga merupakan gambaran sederhana karakter serta prinsip/ideologi negara. Desain bendera seharusnya mampu mewakili gambaran bawah sadar anak negeri, sehingga saat memandang bendera tersebut, setiap warga memiliki keterikatan batin yang kuat pada tampilan serta visualisasi bendera mereka.

Pada zaman perang kemerdekaan peranan sebuah bendera mampu menjadi sumber semangat bagi para pejuang kemerdekaan. Naluri perlawanan mereka bangkit seketika saat memandang Sang Saka Merah Putih berkibar atau sekadar diikatkan ke kepala. Ikatan emosional sebuah bangsa dengan bendera mereka sangatlah erat dan berakar.

Setiap bangsa memiliki cara dan proses berbeda untuk menemukan serta menyepakati desain bendera yang akan mereka gunakan. NKRI termasuk mudah dan singkat dalam hal ini. Merah Putih bersumber dari sejarah masa lalu kerajaan Nusantara.

Bendera Merah Putih merupakan adaptasi bentuk dari Panji Majapahit. Bentuk asli tidak sesimpel Bendera RI saat ini, melainkan terdapat perulangan garis Merah dan Putih sehingga meyerupai strip pada bendera Amerika Serikat ataupun Malaysia. Ada apa dibalik keputusan menyederhanakan strip Merah-Putih menjadi sepasang Merah-Putih saja untuk menjadi Bendera Perjuangan saat itu? Masih perlu kajian mendalam akan hal ini. Namun versi lain meyebutkan bendera Majapahit memang hanya terdiri dari dua warna merah dan putih tanpa perulangan.

Tapi sebagai gambaran, bahwa saat itu kita sedang berjuang untuk satu hal penting, yakni merebut kemerdekaan. Pilihannya hanya dua, “Merdeka atau Mati” !!! Kemerdekaan harus direbut meski darah dan nyawa sebagai taruhan. Tampilan bendera yang simpel namun tegas tentu sangat signifikan serta efektif untuk menjadi panji perjuangan merebut Kemerdekaan.

Setelah kemerdekaan berhasil kita rebut, Sang Saka Merah Putih tetap menjadi bendera kebanggaan seluruh negeri. Hingga pada suatu saat sejarah mencatat tumbuhnya bibit-bibit perpecahan di beberapa titik penjuru nusantara. Aceh dan Papua serta Timor-Timur menjadi momok persatuan. Timor-Timur bahkan telah melepaskan diri dari NKRI. Di Aceh dan Papua, Merah Putih sampai diidentikkan sebagai “bendera penjajah”. Mereka tak memiliki keterikatan batin lagi dengannya. Masalah kebangsaan kini bukan saja bagaimana merebut kemerdekaan, tapi lebih pada bagaimana mempertahankan persatuan sebagai sebuah bangsa merdeka.

Bung Karno berujar, “Perjuanganku lebih mudah karena hanya melawan penjajah. Perjuangan kalian akan lebih sulit karena akan melawan bangsamu sendiri”.

Kini dapat kita cermati,  bahwa saat perjuangan merebut kemerdekaan kita hanya butuh panji Merah Putih yang simple, karena kita hanya fokus pada dua pilihan, merdeka atau mati. Namun, saat tantangan mulai berganti, Merah Putih sudah tak cukup lagi menjadi panji pemersatu. Ia terlalu simple untuk keragaman Nusantara. Panji kebangsaan seharusnya mampu merangkum dan mengakomodasi seluruh elemen kebangsaan agar setiap entitas di Bumi Nusantara memiliki keterikatan batin pada panji kebangsaan itu. Mencari dan menemukan kembali Panji Kebangsaan yang sesuai dengan tantangan zaman kini menjadi sebuah keniscayaan. Kita berpacu dengan waktu sebelum bibit-bibit perpecahan itu kian membesar dan berpotensi membuyarkan cita-cita para pendiri NKRI untuk memakmurkan negeri ini.

Satu hal pasti, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan itu jauh lebih sulit dari sekedar merebut kemerdekaan. Untuk itu kita membutuhkan sebuah panji kebangsaan yang lebih komprehensif serta menjadi representasi eksistensi kerajaan-kerajaan maupun berbagai komunitas kebangsaan sebagai penopang berdirinya NKRI, sehingga potensi perpecahan secara tak langsung dapat diminimalisir sedini mungkin.

Wednesday, December 15, 2021

>>> BERKETUHANAN

Mengapa berke-Tuhanan lebih agung dan kemudian lebih dipilih daripada istilah beragama..? Sebuah kontradiksi tanpa akhir akan kita temui jika saja pemahaman kebangsaan kita masih terbatas pada sekat-sekat formal institusional belaka.

Keber-agama-an kita mudah terbelah oleh kebe-ragam-an suku-suku bangsa dan kepercayaan di bumi nusantara. Berke-Tuhanan adalah sebuah proses yang lebih menekankan kepada hubungan Tuhan dengan hambanya. Kedudukan Tuhan dalam agama apapun adalah lebih tinggi dan bersifat vertikal terhadap hambanya tanpa mengenal asal muasal dari suku mana dia berasal.

Kesadaran untuk meleburkan diri  membentuk sebuah bangsa memerlukan tingkatan pemahaman beragama yang lebih tinggi dari para penganutnya. Sebab Tuhan dalam agama manapun tidak menghendaki kerusakan dan pemusnahan satu golongan tertentu apalagi dengan mengatasnamakan Tuhan itu sendiri. Manusia dengan latar belakang apa saja tetaplah seorang hamba di hadapan Tuhan mereka masing-masing. Tuhan adalah absolut dan tidak akan pernah terjadi perpecahan dalam diri-Nya sendiri.

Relasi Tuhan dan hambanya adalah bentuk hubungan vertikal terhadap unsur Sang Pencipta sehingga di titik manapun di permukaan bumi ini tidak akan pernah dan tak mungkin terjadi benturan dalam proses tersebut, sekalipun setiap debu dan tetesan embun melakukannya dalam waktu bersamaan. Dengan bentuk bumi yang bulat bahkan dalam beberapa kilometer saja kerapatan hubungan itu telah terlihat longgar. Pendekatan terhadap analogi ini bisa kita perhatikan pada duri seekor landak.

>>> NUSANTARA MEMANG UNIK

Nusantara memang unik berangkat dari kutipan sebuah karya tulis dari tokoh nasional idola penulis; Y.B. Mangunwijaya.

“Indonesia ini memang negeri yang unik, penuh dengan hal-hal yang seram serius, tetapi penuh dagelan dan badutan juga. Mengerikan tapi lucu, dilarang justru dicari dan amat laku, dianjurkan, disuruh tetapi malah diboikot, kalah tetapi justru menjadi amat populer dan menjadi pahlawan khalayak ramai, berjaya tetapi keok celaka, fanatik anti PKI tetapi berbuat persis PKI, terpeleset tetapi dicemburui, aman tertib tetapi kacau balau, ngawur tetapi justru disenangi, sungguh misterius tetapi gamblang bagi semua orang. Membuat orang yang sudah banyak makan garam seperti saya ini geleng-geleng kepala tetapi sekaligus kalbu hati cekikikan. Entahlah, saya tidak tahu. Gelap memprihatinkan tetapi mengandung harapan fajar menyingsing......(menyanyi) itulah Indonesia. Menulis kolooom selesai. ["Fenomena PRD dll," dalam Politik Hati Nurani, hlm. 28].” 

― Y.B. Mangunwijaya

Thursday, October 1, 2020

>>> CERDASKAN BANGSAMU


Manusia adalah makhluk sempurna. Ia adalah Masterpiece Tuhan di alam semesta. Tuhan bahkan menciptakannya berulangkali hingga Malaikat dan Iblis pun melakukan protes. Malaikat memilih bersikap pro, sebaliknya Iblis bersikap kontra.

Tuhan sebagai pemilik semesta mengakomodir mereka berdua. Sebab dengan begitu, kisah-kisah anak manusia akan semakin menarik, dramatis dan berirama. Bayangkanlah tentang cerita Surga yang berisi orang baik semua atau Neraka yang seisinya adalah buaya itu menjadi skenario Tuhan di dunia. Pelajaran sejarah tentu menjadi tak berarti dan sinetron tak bakalan laku, karena kisahnya menjadi monoton.

Monday, August 17, 2020

>>> TENGGELAM DI KEDANGKALAN


Agustus adalah bulan kemerdekaan, dimana setiap warga negara Pancasilais kembali merayakan kemenangan negeri dari cengkeraman keterjajahan. Keterjajahan secara fisik maupun keterjajahan secara mental. Sayang sekali, keterjajahan secara mental masih belum hilang di benak anak negeri. Akibat berguru pada sumber tidak kredibel, para pemuda itu kini tenggelam dalam ilusi dangkal. Tenggelam di kedangkalan.

AWESOME Country