img01. Tumpukan Uang
Dalam sejarah umat manusia perdagangan diawali dengan praktek dan tata cara yang disebut ‘Barter’. Barang ditukar dengan barang lain yang nilainya ditentukan berdasarkan fungsi dan ketersediaannya. Kemudian dipergunakanlah koin-koin dari emas dan jenis logam lainnya - yang setara dengan nilai bahan dasar koin tersebut - sebagai alat tukar-menukar dalam kegiatan perdagangan selanjutnya. Kebutuhan akan tingkat kemudahan dan kecepatan proses transaksi serta volume transaksi yang semakin besar membuat dunia memutuskan penggunaan uang kertas yang didukung oleh kemajuan peradaban manusia dalam bidang percetakan. Pada mulanya nominal uang yang dicetak dalam sebuah negara berdasarkan seberapa besar cadangan emas yang dimilikinya. Namun demikian setelah Perang Dunia II patokan berdasarkan emas tadi sudah tidak terpakai lagi.
Uang, yang sejarahnya hanyalah sebuah alat tukar-menukar untuk mempermudah proses perdagangan antar bangsa sudah bertransformasi menjadi alat politik dari sebuah ideologi moderen yang digunakan untuk kepentingan-kepentingan sempit dan merusak. Bukan lagi sebuah katalisator dalam sejarah, namun sudah menjadi alat propaganda dari tangan-tangan agresor kemanusiaan.
Manusia lain hanya dilihat dan dibedakan dalam dua hal; mangsa atau musuh. Mangsa untuk dimakan dan Musuh untuk dihancurkan, sebuah kaca mata pandang yang umum digunakan dalam dunia binatang. Bangsa yang penurut akan dimangsa dan Negeri para penentang harus segera dimusnahkan. Uang adalah sarana paling ampuh untuk kedua taktik tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari kita telah diajarkan dengan lemah lembut bahwa seluruh aspek kehidupan kita ditentukan oleh uang. Dan hal itu memang nyata walaupun belum tentu benar. Anda harus mengeluarkan uang lebih besar untuk hal yang lebih baik. Biaya lebih mahal untuk sekolah berkualitas, harga lebih tinggi bagi pelayanan kesehatan terbaik dan isi dompet lebih banyak untuk menyantap suguhan terlezat. Bahkan sampai pada hal-hal yang lebih jauh lagi seorang politikus rela menghamburkan uang sebanyak mungkin hingga di luar kesanggupannya demi mendapatkan kedudukan dan jabatan tertinggi dalam pemerintahan. Toh nanti kalau sudah terpilih modal pasti kembali.
Sebuah faham dangkal dan begitu menyesatkan tentang fungsi uang sebenarnya, yang hanya bisa tumbuh subur di dalam sebuah bangsa yang memiliki tingkat kesadaran sangat rendah terhadap jati dirinya sendiri. Jati diri bangsa Indonesia – PANCASILA.
No comments:
Post a Comment