“Nila setitik merusak susu
sebelanga”, sebuah pepatah yang seharusnya melecut sikap kewaspadaan kita
terhadap berbagai hal. Sebagai sebuah bangsa yang sejatinya berjiwa sosial dan
berwatak gotong royong, Indonesia dalam era moderen ini tanpa terasa sedikit
demi sedikit mulai kehilangan jati dirinya. Penyebabnya adalah berkembangnya
penyakit individualistis yang menyebar di perkotaan dan kemudian merasuk ke
desa-desa dalam wilayah NKRI. Sebuah keadaan yang seharusnya tidak terjadi
seandainya masyarakat kita memiliki tingkat pemahaman memadai terhadap jati
diri dan jiwa bangsanya.
Tingkat kepedulian yang rendah antar sesama warga negara mempermudah
masuknya nilai-nilai asing yang merusak tatanan berbangsa dan bernegara kita.
Kesadaran kita sebagai bangsa selayaknya diumpamakan sebagai susu dalam
belanga. Kapan dan di bagian manapun setetes nila terjatuh itu berarti
malapetaka buat seluruh komponen bangsa. Setetes nila adalah segala bentuk
tindakan, pemahaman dan nilai-nilai yang bertentangan dengan jati diri bangsa
Indonesia. Egoisme baik individu maupun kelompok, keserakahan, kekerasan,
kebiadaban, kemunafikan, pembodohan masyarakat, pencemaran dan perusakan
lingkungan adalah beberapa hal yang bertentangan dengan jiwa-jiwa Pancasila.
Namun pada kenyataannya hal-hal tadi sudah banyak terjadi dan menimpa sebagian
masyarakat kita.
Sifat dasar masyarakat kita yang begitu terbuka dan toleran terhadap
nilai-nilai dari luar tanpa filter yang seharusnya dipersiapkan, juga mengambil
peran terhadap kemunduran dan degradasi jati diri bangsa. Dampak negatifnya
akan terasa nyata dalam kehidupan masyarakat yang semakin galau. Pada akhirnya
masyarakat yang galau akan melahirkan pemimpin yang galau. Begitulah, seorang pemimpin adalah gambaran
dari masyarakat yang dipimpinnya.
No comments:
Post a Comment