Tuhan menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan. Hal ini menjadi prinsip dasar teknologi digital, prinsip biner. Teknologi digital hanya mengenal sepasang angka yaitu 0 (nol) dan 1 (satu). Yes or No. Hitam atau putih.
Padahal di antara dua hal berseberangan akan selalu ada ruang kosong di tengah. Itulah ruang netral yang diharamkan dalam dunia biner, dunia digital. Anda harus memilih salah satu. Menjadi netral bukanlah pilihan.
img. Digitalis Robotik |
Dalam kehidupan sehari-hari dikotomi berbagai hal seringkali mengemuka dan menjadi acuan berpikir serta bertindak. Seseorang yang memihak A sudah pasti menolak B. Jika setuju dengan B pasti menentang A. Tidak mendukung disamakan dengan membenci, tidak memprotes dianggap setuju. Padahal pelangi memiliki banyak warna. Sejatinya kehidupan itu seindah pelangi. Selalu ada ruang di sela dua kutub. Entah siapa yang membuatnya hitam putih, monoton, membosankan dan bahkan menjijikkan.
Kehidupan manusia sesungguhnya berada di tengah-tengah setiap pertentangan yang ada. Di antara hitam dan putih terletak pelangi kehidupan. Hidup tak selalu hitam putih. Kita hidup di antara langit dan bumi. Pada jalur pergantian siang dan malam, antara kutub Utara dan Selatan. Menjadi seimbang (di tengah-tengah) adalah ciri kesejatian manusia. Manusia tak perlu menjadi malaikat namun tak hendak pula meniru iblis. Manusia bukanlah makhluk digital. Pun manusia bukan robot.
Mungkin itulah sebabnya manusia dipercaya Tuhan untuk menjadi khalifah di Bumi. Manusia dianggap mampu mencari dan menemukan titik tengah dan zona seimbang segala hal. Tubuh tegak serta berdiri di atas dua kaki lentur menandakan karakter seimbang adalah ciri penting pada makhluk bernama manusia. Namun apakah sebenarnya yang sedang terjadi saat ini?
Kehidupan manusia moderen mengarah pada ketidakseimbangan berbagai hal. Manusia bekerja bagai robot, kehilangan waktu dan kesadaran sebagai manusia. Sejumlah orang memangsa hutan, mencemari laut, mengotori udara, melubangi daratan dan berbagai tindakan yang mengganggu keseimbangan alam. Padahal segalanya telah dianugerahkan Sang Pencipta dalam kondisi paling ideal kepada manusia.
Kecenderungan berpikir dan bertindak ala robot (digitalis robotik) menjadi tanda tanya besar bagi manusia moderen. Pertentangan Barat dan Timur, Utara dan Selatan, kapitalis melawan komunis, si kaya dan si miskin, pengusaha dan pekerja, pemerintah dan rakyatnya serta berbagai macam pertentangan lainnya telah menjadi hal biasa. Manusia kehilangan kesadaran untuk meraih kompromi dan titik keseimbangan. Mungkinkah kita telah tunduk pada sebuah tingkat kesadaran yang bernama digitalisme robotik itu? Jawabannya ada pada tiap diri. Semoga saja dugaan ini hanyalah bualan semata.
*****
No comments:
Post a Comment