Demokrasi Wani Piro (DWP) adalah demokrasi ala Barat yang telah dikemas dengan cantik dalam bingkai dan semangat industrialisasi. Segala hal dipandang dalam dua hal yakni modal dan pasar. Singkatnya ada uang, ada barang. Sebuah skema berpikir yang tentu sah-sah saja dalam dunia bisnis pada umumnya.
Namun jika faham tersebut diterapkan secara membabi buta ke dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara kita, maka ideologi negara Pancasila kita, cepat atau lambat akan tercerabut dari akarnya sendiri. Akhir-akhir ini beberapa peristiwa politik tanah air telah memperlihatkan dengan gamblang gejala tersebut.
Mulai dari suara pemilih yang diperjualbelikan, keadilan yang akhirnya ditransaksikan, kebenaran juga bisa dimonopoli, keyakinan boleh digadaikan atau sampai kepada sikap partai yang kadang bertentangan dengan ideologinya sendiri hanya oleh pertimbangan-pertimbangan kalkulatif dan transaksional belaka. Contoh tersebut masih terlampau sedikit untuk disebutkan satu persatu. Tentu hal seperti ini membuat seluruh anak bangsa yang masih memiliki idealisme terhadap cita-cita bangsanya akan merasakan keprihatinan yang mendalam.
img01. Warung Kopi
Melumpuhkan faham DWP cukup dengan menegakkan faham Demokrasi Warung Kopi (DWK). Datang sendiri-sendiri, ngopi bareng lalu masing-masing pulang dengan perasaan senang. Tak ada transaksi sama sekali di antara para pengunjung, kecuali kepada seorang kasir kedai kopi. Yang harus disepakati tentu hanyalah harga dan memastikan siapa si Kasir itu sendiri.
Dalam kehidupan kebangsaan, faham DWK selaras dengan semangat kegotongroyongan dan dapat disimpulkan sebagai transparansi serta keterbukaan seluas-luasnya dalam segala aspek birokrasi dan ketatanegaraan kita. Kemudian memastikan dengan akurat agar segala potensi pendapatan Negara benar-benar terkawal dan diterima oleh Negara. Hasil yang terkumpul selanjutnya didistribusikan secara adil dan merata untuk sebesar-besar kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
No comments:
Post a Comment