Kultur Lisan - 1
Kenyataannya, kultur lisan belum dapat tergantikan begitu saja dalam tradisi berkomunikasi masyarakat nusantara. Celah ini justru dapat dimanfaatkan dengan baik oleh para produsen acara televisi. Slot waktu prime time dalam jadwal acara televisi didominasi oleh hiburan dan game bertema sempit. Lelucon dan canda tanpa arti serta kuis yang jawabannya tak memerlukan pikiran (pesan sponsor) selalu menjadi sajian favorit.
Padahal, jika saja para pendidik negeri ini menyadari karakter rakyatnya yang lebih akrab dengan tradisi lisan, acara-acara tersebut bisa dikemas sebagai sarana untuk mendidik masyarakat. Setiap hari secara bergantian, tema lelucon atau bahan obrolan dapat diisi dengan hal-hal tentang misalnya; disiplin berlalu lintas, cara memperoleh sim, bersikap sopan pada orangtua, menjauhi narkoba, menolak korupsi atau bermacam topik lain yang dekat dengan persoalan kehidupan kita sehari-hari. Tak habis hanya dengan saling ledek, siraman tepung, pukul-pukulan styrofoam dan segudang adegan konyol lainnya. Acara hiburan sangat bisa dimanfaatkan sebagai media mencerdaskan bangsa. Bukannya malah mengeksploitasi selera rendah serta semakin membodohi rakyat sendiri.
img. Beragam program TV |
Ketika Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) muncul pertama kali, harapan akan hadirnya tontonan mendidik bagi masyarakat menjadi dambaan banyak orang. Sayang, konsep presentasi yang sangat formal mengundang kebosanan serta keengganan pihak sponsor untuk berpartisipasi dalam mendukung program-program tersebut. Jika saja format tayangannya bisa mendekati format tayangan seperti bocah petualang (si bolang) atau laptop si unyil, produk TV swasta yang ada saat ini, eksistensi stasiun TV tersebut tentu akan bisa bertahan lebih lama.
Kabar baiknya, talk show dengan host dan tamu-tamu inspiratif serta mencerahkan saat ini semakin banyak diminati, terutama oleh para remaja dan anak muda. MTGW, Hitam Putih, Mata Najwa dan beberapa program sejenis mendapat banyak sponsor dari para pengusaha tanah air, bahkan hingga mancanegara. Terbukti bahwa, pesan-pesan moral serta ilmu pengetahuan dapat disampaikan dengan baik serta memperoleh respon luar biasa melalui medium lisan maupun visual, di tengah-tengah tradisi literatif kebanyakan masyarakat kita yang masih rendah.
Namun begitu, tradisi literatif bangsa kita harus tetap dipupuk dan juga kita tumbuhkan bersama. Bagaimanapun juga, tulisan dalam bentuk buku, koran majalah hingga ebook tetaplah menjadi medium terefisien dan paling efektif untuk mentransformasikan sebuah pengetahuan kepada orang lain. Buku bisa kita bawa dan baca pada tempat dan waktu yang fleksibel. Ia juga mudah menjangkau dunia luar dalam bentuk terjemahan serta edisi khusus berbahasa asing.
Sebuah perkembangan menggembirakan, saat ini teknologi telah memungkinkan hadirnya sebuah buku dalam bentuk audio book. Kultur lisan masyarakat nusantara bukan lagi menjadi alasan ketertinggalan bangsa kita dari negara-negara lain di luar sana. Kultur lisan justru akan atau bahkan telah menjadi trend baru dalam komunitas internasional. Saatnya turut berlomba dalam lintasan!
*****
No comments:
Post a Comment