Monster jaman moderen tidaklah seseram di film-film. Ia bahkan sangat bersahabat. Monster ini juga menghidupi jutaan warga dunia. Satu hal yang tak bisa ia sembunyikan sebagai monster adalah jejak langkahnya selalu menyisakan kerusakan dan kehancuran. Monster itu bernama industri dan darahnya bernama uang.
Industri furnitur mengunyah pepohonan menggerus hutan, industri otomotif dan alat berat melubangi daratan melalui tambang berbagai jenis logam, industri semen dan marmer mengunyah gunung batu, industri lain berskala besar menyedot minyak dan batu bara sebagai sumber tenaga. Sumber daya alam dikuras habis untuk akhirnya dikonversi menjadi kertas, kertas berharga yang kita sebut dengan uang. Baik sumber daya alam maupun tenaga manusia yang melalui proses industrialisasi selalu berujung pada output akhir bernama uang. Aliran uang itu pulalah yang menjaga keberlangsungan seluruh proses kehidupan dunia moderen. Uang adalah darah perekonomian.
Sekarang kita bertanya, apakah manusia masih memegang kendali industri atau sebaliknya monster berwujud industri itulah yang sedang menjajah manusia serta alam?
Industri dan mekanisme keuangan sejatinya adalah anugerah bagi kesejahteraan manusia. Dengannya hidup manusia menjadi semakin mudah. Pertanyaannya lagi, manusia yang mana? Bukankah seluruh suku bangsa di permukaan bumi adalah juga manusia? Apakah mustahil bahwa justru industri itulah kini yang memegang kendali dengan memperalat manusia untuk memusnahkan alam dan sesama manusia?
Manusia adalah puncak rantai makanan dalam ekosistem global bumi. Manusia tak harus membunuh atau merusak untuk bisa makan dan mempertahankan kehidupannya. Namun, nyatanya, perang dan eksploitasi besar-besaran atas permukaan serta isi perut bumi masih terus berlangsung sehingga mengundang pertanyaan, masihkah manusia berhak diamanati sebuah planet untuk ditinggali dan dirawat bersama?
Mungkin hanya bisa dijawab dengan usaha untuk memanusiakan kembali monster-monster itu. Untuk menjadikan industri lebih bersahabat dengan alam, untuk membersihkan darah bernama uang itu dari niat-niat kotor, untuk memastikan bahwa umat manusia masih berhak dan layak "memiliki" bumi ini. Tentu saja, tak perlu menunggu hingga Sang Pencipta berubah pikiran.
No comments:
Post a Comment