"Waaahh... lukisannya keren bangeettt...!!" Rini melemparkan pujian pada Paris.
Kepandaian melukis Paris semakin terasah. Ia memang sangat berbakat. Tak butuh waktu lama untuk mampu menghasilkan lukisan indah layaknya karya para pelukis profesional. Rayi ikut senang. Cukup mudah Sang Guru mengarahkan kemampuan melukis Paris. Dan kini, pujian pertama dari seseorang telah ia dapatkan.
"Ini dijual kalau harganya berapa ya..??" Paris bertanya tanpa perasaan bersalah.
Rayi dan Rini saling berpandangan. Tak menduga pertanyaan seperti itu sudah terpikir di benak Paris. Keduanya tersenyum.
Rayi menatap Paris penuh keteduhan. Ia berharap sang murid tak kecewa dengan penjelasan yang akan ia sampaikan.
"Paris..., untuk menjadi pelukis hebat, terkenal dan berharga mahal itu butuh proses dan perjuangan seumur hidup. Beberapa di antara mereka yang lukisannya semakin mahal justru setelah Sang Pelukis sendiri telah tiada. Lukisan bukanlah industri. Ia adalah karya seni. Seni tak bisa diukur dari ongkos produksi maupun teknologi pembuatannya. Lukisan berbobot membutuhkan pengembaraan imajinasi yang intens."
"Tapi, bukankah Einstein pernah berujar, Imajinasi lebih berharga dari ilmu pasti?" Tiba-tiba saja Rini menambahkan penjelasan Rayi.
Ketiganya terdiam. Rayi dan Rini sedikit cemas menunggu respon Paris.
"Relax man...!!" Paris menjawab santai. "I'm just asking. I won't sell my paintings at any cost. It's all about passion. Nothing else."
"Are you sure..??!!" Rini menanggapi pernyataan sahabat karibnya itu. Mata Rini berbinar.
"Yeaahh... Of course, yes..!!"
Ketiganya tertawa riang. Rayi bahagia mengetahui kesederhanaan dan kepolosan Paris. Dugaannya meleset, tak seperti yang ia pikirkan sebelumnya.
"Ya, sudah! Minggu depan kita akan belajar melukis objek berbeda. Pasti hasilnya akan jauh lebih bagus..!!" Rayi mengakhiri sesi pelajaran sambil memberi semangat tambahan kepada Paris. Rini dan Paris pamit dan bergegas menuju agenda traveling berikut mereka hari itu.
No comments:
Post a Comment