Mata Bon-Bon tertuju pada kalung pemberian Sang Kakek. Kenangan tentang pengalaman misterius sebulan lalu kembali mengusik perhatian Bon-Bon. Warnah merah pada batu kalung tetap tak berubah. Saat pertama menerima kalung dari Sang Kakek warnanya kebiruan, berbeda dengan sekarang. Bon-Bon teringat, warna batu itu berubah merah saat mereka telah kembali ke alam nyata.
Sudah lama Made dan Helena tak mengontak Bon-Bon, entah kemana mereka berdua. Bon-Bon penasaran. Segera ia meraih gawai cerdas dan mengirim pesan WA untuk Made.
> Apa kabar, Bli..?? <
> Boleh ketemuan, nggak..?? <
Sepertinya sedang sibuk, Made tak segera membalas pesan Bon-Bon. Bon-Bon mengalihkan perhatian dengan menelusuri situs-situs berita di internet.
Tak lama kemudian, sebuah pesan dari Made masuk.
> Sorry, Bond. Tadi lagi ada client. Mau malam ini? <
> Bond.., sudah tau belum Mercy lagi di Bali sekarang? < Made tak sabar mengabarkan kedatangan Mercy pada Bon-Bon.
> Iya, boleh. Malam ini ya..?? <
> Eh.., masa iya Mercy lagi di Bali? Kok nggak ngabarin saya?? Ntar saya kontak Mercy dulu deh. C U <
Bon-Bon mengakhiri percakapan.
Bon-Bon bergegas keluar. Ia harus mencari tempat yang pas untuk menelpon Mercy. Bon-bon ingin memastikan suasana di sekitar cukup nyaman untuk berbincang lama di telepon bersama Mercy. Hatinya berbunga-bunga.
Apakah ia sedang jatuh cinta?
Hanya Bon-Bon yang tahu.
Kafe 9 Angels menjadi tujuan Bon-Bon. Di sanalah mereka bertemu pertama kali. Setelah menyeduh sendiri secangkir kopi panas, Bon-Bon berjalan menuju sebuah meja di pojokan. Ia meraih gawai cerdasnya, memegang perlahan, menemukan kontak Mercy lalu segera menekan tombol "call". Jantungnya berdegub kencang.
Sepersekian detik sebelum menyentuh tombol tersebut, tiba-tiba saja Bon-Bon mengurungkan niat. Ia masih harus mengendalikan perasaan tak menentu ini. Sebatang rokok mungkin bisa menjadi penenang. Aktifitas yang sebenarnya telah jarang dilakukan Bon-Bon. Entahlah, kali ini ia merasa cukup gugup. Apa sih susahnya untuk sekedar menekan tombol "call" itu??
"Nelpon nggak, yaahh..??" Bon-Bon bertanya dalam hati. Asap rokok mengebul menutupi sebagian wajah Bon-Bon.
Suasana kafe terlihat sepi. Pengunjung lama telah pulang dan tamu baru belum pada datang. Siang menjelang sore itu Bon-Bon bergelut seorang diri, dengan perasaannya sendiri. Ia merasa sangat konyol. Harga diri dan jiwanya bergejolak. Apakah ia memang serapuh ini??
Entah berapa batang rokok telah dihabiskan. Kini Bon-Bon telah menemukan kembali kepercayaan dirinya. Tombol "call" itu hanyalah cecunguk tak berarti. Kekuatan hati Bon-Bon telah tak terbendung. Telunjuk kini mengarah pada tombol tak berdaya itu. Niat Bon-Bon sudah bulat untuk menelpon Mercy sekarang juga! Pasti..!!
Namun, tak dinyana, sebuah panggilan masuk mengagetkan Bon-Bon tepat saat jari telunjuknya telah berada beberapa milimeter dari tombol. Hampir saja gawai cerdas itu jatuh terlepas dari genggaman Bon-Bon. Bukan oleh suara dering telepon, tapi oleh wajah profil kontak si penelepon yang muncul di layar hape. MERCY..!!
Bon-Bon terlihat sibuk mengendalikan kegugupan. Cangkir kopi di atas meja nyaris tersenggol. Seorang pengunjung yang baru saja datang tersenyum menyaksikan kelakuan Bon-Bon. Ya, Bon-Bon salah tingkah..!
No comments:
Post a Comment