Bon-bon mematikan
gawai cerdas di tangan. Ia menghela nafas panjang. Perlahan rasa gugup itu mulai menghilang. Pandangannya kini tertuju
pada seseorang di meja berbeda, di depan, namun berada pada deret berbeda dengannya.
Wanita itu masih
cekikikan sendiri. Bon-bon baru sadar, wanita itulah yang melintas di samping
meja saat hape miliknya hampir saja terjatuh. Ya, saat menerima telpon dari
Mercy ia begitu gugup dan hampir saja gawai itu terlepas dari genggaman.
Bon-bon merasa konyol, berusaha mengatur posisi duduknya, untuk menegaskan
bahwa tak pernah ada peristiwa konyol yang baru saja ia lakukan.
Kini suasana kembali
normal terkendali. Bon-bon berusaha tak mengarahkan pandangan pada Sang Wanita.
Namun semua tak berlangsung lama.
Ia tiba-tiba saja
teringat Mamam. Tapi, kenapa..??
Bon-bon menolehkan
wajah kembali. Mereka bertatapan sekejap, sangat singkat, sesingkat satu
dua kedipan mata, sebelum Sang Wanita lebih dulu mengalihkan pandangan.
Bon-bon belum
melepaskan tatapannya. Dan.... betul saja, Sang Wanita kembali melirik ke arah Bon-bon. Saat itulah Bon-bon melihat kehadiran Mamam di
depannya. Ya.. Sang Wanita mengingatkan Bon-bon pada Mamam, tepatnya pada raut
wajah Mamam saat masih gadis, sosok seorang wanita tegar, cuek dan tomboi. Tapi
Sang Wanita nampak lebih dewasa.
(Hening)
Bon-bon telah
menghabiskan dua batang rokok di tangan dan Sang Wanita tetap saja masih berada di
sana. Duduk dengan sebelah kaki dinaikkan ke kursi. Nampaknya ia sedang asyik
melahap sesuatu di atas meja. Bukan, bukan makanan.. melainkan sebuah buku
sebentuk novel. Ia sedang menikmati bacaannya, nikmat sekali. Tatapan tajam,
setajam silet, dari mata Bon-bon tak ia hiraukan sedikitpun. Bon-bon merasa tak
nyaman, tubuhnya terasa menghilang saat ini.
img. 9 Angels |
Baru saja Bon-bon
berniat menyapa saat tiba-tiba terdengar suara pemilik kafe memanggil ke arah Sang
Wanita, "Nengnong nggak makan? Biasanya langsung nyantap kalo ke
sini.."
Wayan, pemilik Kafe,
menghampiri Nengnong di pojok depan Kafe.
"Biasanya juga
nggak duduk di sini... Tumben.. Ada apa sih, Neng..??!!"
Bon-bon mau tak mau
menguping percakapan mereka, "Ooo... Namanya Nengnong. Biasanya nggak
duduk di situ. Trus maksudnya apa duduk di meja tepat di depanku..??"
Bon-bon bergumam dalam hati.
"Nngggg...
Nggada apa-apa, Bli... Pengen nyari
suasana baru aja..." Terdengar suara Nengnong membalas sapaan Wayan.
Mereka duduk bersebelahan, bagai kakak adik yang sedang merayakan kebersamaan
keluarga.
Bon-bon hanyut dalam
lamunannya sendiri. Bayangan Mamam bergelayut dalam ingatan. Tak terasa sudah
lebih seminggu ia belum menyapa Sang Ibu tersayang... "Saatnya menelepon
Mamam..!!" Bon-bon bergumam sambil bergegas meraih gawai di atas meja. Namun,
sebuah video call tiba-tiba saja masuk sesaat tangannya menyentuh gawai.
Bon-bon girang bukan kepalang.. Diraihnya gawai ke hadapan wajah yang masih
tertutup asap rokok.
"Hi Mike...!!! How are you..??" Suara Bon-bon begitu bersemangat hingga membuat Nengnong
dan Wayan terkejut.
"Fine Bond...
What about you..??" Suara seorang pria menyapa dari layar gawai.
Keduanya hanyut
dalam percakapan hangat. Sudah empat tahun Mike, kakak sepupu Bon-bon dari
pihak Ibu, tak pernah memberi kabar tentang keberadaannya. Kini ia sedang
berada di tanah Papua setelah berpindah-pindah di berbagai wilayah Nusantara
mengikuti instruksi penugasan dari kantor tempat ia bekerja sebagai engineer.
"Eh... Kamu
bareng Mamam di Balinya ya..??" Mike memutus percakapan.
"Mamam...??"
Bon-bon heran bercampur bingung. Darimana Mike bisa kepikiran kalau ia sedang bersama Mamam..??
Parfum itu.. Ya..
Wangi parfum yang sejak tadi juga telah terekam dalam ingatan Bon-bon. Nengnong
baru saja melintas dari belakang setelah kembali dari arah meja prasmanan
mengambil sepiring makanan untuk disantap. Wajahnya terekam dalam kamera gawai
Bon-bon saat berbincang dengan Mike. Bon-bon kini menyadari asal muasal
pertanyaan Mike.
No comments:
Post a Comment