AHOK dan SUKARNO - 1
Meskipun secara umum Ahok mampu melakukan perubahan drastis terhadap kultur birokrasi lamban, korup dan penuh kolusi di lingkungan kerjanya, beberapa sikap Ahok sebagai seorang pemimpin terlihat menjurus pada sebuah arogansi kekuasaan. Selain berkaitan dengan konteks masalah, proporsi larangan terhadap dampak buruk sebuah pelanggaran, dapat dijadikan ukuran untuk menilai tingkat kearogansian kebijakan seorang pemimpin.
img, Basuki "AHOK" Tjahaya Purnama |
Larangan menyembelih hewah qurban di lingkungan sekolah dasar dalam Instruksi Gubernur No. 67 tahun 2014 lalu adalah contoh pemberlakuan aturan yang berbau arogan. Jika ingin perbandingan, masyarakat dapat merasakan "gangguan" tersebut saat sebuah peraturan melarang orang untuk menutup jalan ketika sedang merayakan lebaran. Frekwensi hari raya yang hanya sekali dua kali dalam setahun adalah indikator awal lemahnya argumen untuk memaksakan larangan tersebut. Mungkin akan terdengar bijak jika hanya dikeluarkan sebagai himbauan, tanpa konsekwensi hukum apapun. Belum lagi alasan penyakit dan gangguan kesehatan yang dikhawatirkan muncul oleh kegiatan penyembelihan hewan tersebut. Apakah data-data akurat serta riset ilmiah memang memperlihatkan resiko dimaksud? Apakah tak ada alternatif pencegahan yang bisa diajarkan kepada masyarakat untuk mereduksi dugaan dampak negatif tadi? Apakah sebegitu mengkhawatirkan ancaman penyakit itu. Apakah tingkat ancamannya jauh lebih tinggi dibanding rasa bahagia dan kenyamanan seseorang untuk mengamalkan ritual keagamaannya? Apakah skala ancaman begitu masif dan mencakup luas sebuah propinsi? Adalah sewajarnya jika obat diberikan kepada si sakit dalam dosis tepat. Jika kurang tak akan bekerja, namun jika berlebih ia dapat menjadi racun bagi tubuh.
Setiap karakter selalu memiliki titik lemah sendiri. Karakter aktif dan cenderung agresif memang mampu menciptakan efek kejut dan mengubah sesuatu dengan cepat. Namun kerusakan yang ditimbulkan oleh kesalahan eksekusi karakter tersebut juga cukup cepat dan signifikan. Sehingga kehati-hatian menjadi koridor penting bagi seseorang seperti Ahok dan Bung Karno. Lingkungan terdekat di sekitar mereka menjadi faktor penentu bagi bermanfaat atau tidaknya karakter seorang pemimpin. Input keliru dengan segera akan menjerumuskan seorang penguasa ke dalam pusaran masalah yang diciptakannya sendiri.
Tugas rakyat dan para pemimpin informal menjadi sangat berarti saat pemimpin formil mereka mulai terlihat aneh dan keluar dari tujuan hidup berbangsa dan bernegara. Saat semua bermasa bodoh dan hanya sibuk dengan persoalan masing-masing, maka cepat atau lambat para pemimpin akan tergiring untuk menjadi tiran bagi rakyatnya sendiri. Pemimpin harus selalu dekat dengan rakyat. Itulah cara satu-satunya untuk menghindarkan para pemimpin dari lubang masalah serta petaka senjata makan tuan, seperti yang terjadi di masa lalu. Ahok nampaknya perlu belajar dari kisah Bung Karno.
No comments:
Post a Comment