Passion - 1
Kegemaran menggambar membuat seseorang akan menentukan cita-citanya kepada pilihan profesi sebagai Pelukis, Desainer, Arsitek, Komikus ataupun Ilustrator. Kegemaran bicara mengarah pada profesi Guru, Motivator, Pengacara, Politikus atau Pendeta. Kegemaran menulis menjadi dasar bagi seorang Penulis, Filsuf, Peneliti, Ilmuwan dan jurnalis. Sayangnya, menentukan passion sejati kita tak semudah seperti apa yang kita bayangkan. Passion berbeda dengan hobby, meskipun keduanya merujuk pada makna kegemaran. Passion berujung pada sebuah misi, sedangkan hobby tidak.
Kekhalifahan manusia berarti bahwa misi setiap orang akan bermuara pada kemanfaatan diri masing-masing bagi kelangsungan hidup segala sesuatu yang berada di planet Bumi. Oleh karena itu, hobby berburu tanpa tujuan tertentu tak dapat digolongkan sebagai passion. Demikian pula kegemaran berdebat untuk ketenaran, kebiasaan berpidato untuk pencitraan atau keinginan menjadi donatur bagi sebuah tujuan komersil. Passion memiliki value yang lebih tinggi, jelas dan terungkap dengan pasti. Tanpa keraguan sedikitpun. Ia adalah panggilan jiwa.
img. Panggilan Jiwa |
Passion itu misterius. Seseorang yang telah menemukan passion sejatinya bahkan cenderung dianggap gila dan tak masuk akal. Seorang anak pengusaha menjadi ulama atau anak ulama memilih menjadi pengusaha bukanlah hal aneh. Keturunan keluarga tentara memutuskan menjadi seniman juga dapat diterima. Bahkan, seorang Putra Mahkota dapat saja melepaskan gelar dan statusnya untuk kemudian memilih menjadi Pertapa. Keputusan seorang Abdi Dalem untuk mengabdikan seluruh hidupnya kepada seorang Sultan membutuhkan keteguhan hati yang kuat. Itulah passion. Passion tak mengandung keraguan, ia muncul dari lubuk hati terdalam seorang anak manusia.
Sebuah cita-cita (keinginan) tanpa disertai passion dapat berujung pada kebinasaan. Seseorang yang bercita-cita menjadi dokter tanpa passion berupa empati serta rasa kemanusiaan akan berujung pada eksploitasi manusia atas manusia lain. Saat seorang dokter menjalankan profesinya dengan tujuan finansial semata dapat membawa kebinasaan bagi warga-warga miskin yang luput dari perhatian dan tanggung jawab negara. Passion nenyelamatkan sesama, telah musnah; Seorang tentara tega mengarahkan moncong senjata kepada rakyat tak berdaya bisa terjadi jika pesan sponsor lebih dipatuhi daripada amanat negara kepadanya. Passion melindungi telah hilang; Seorang guru yang justru mengencingi muridnya pasti telah kehilangan passion sebagai pengayom dan penggugu. Passion adalah inti dari misi dan peran kita sebagai manusia.
Passion (misi individual) setiap orang hanya dapat dikenali dalam kondisi jiwa yang tenang dan sadar sepenuhnya. Apakah ia serupa dengan misi rerumputan, atau mungkin setara dengan pohon mangga? Hanya kita sendirilah yang mampu mengenalinya. Orang lain mungkin hanya bisa memberi referensi.
Salah satu referensi favorit dari luar adalah, passion yang anda pilih harus mempertimbangkan segi-segi finansial. Apakah benar sebuah passion dapat ditakar berdasarkan tingkat keuntungan finansialnya? Sialnya, kriteria tersebut lebih sering menjerumuskan seseorang pada arah berbeda. Passion bukanlah panggilan dari brankas, ia adalah panggilan jiwa dari lubuk hati terdalam seorang anak manusia. Passion tak dapat dinilai tingkat keekonomiannya. Passion tetap passion, bukan fashion. Namun, kita tetap bisa memilih, menjalankan peran wajar atau malah lebih tertarik pada peran berpura-pura.
*****
No comments:
Post a Comment