Bandara Ngura Rai nampak ramai, cuaca cukup cerah. Hari telah menjelang malam. Cahaya sunset mewarnai keindahan Pulau Bali. Sebuah penerbangan dari Australia sebentar lagi akan mendarat. Seluruh penumpang terkesima keindahan alam Bali dari udara yang bermandikan cahaya sunset senja itu. Tak terkecuali seorang penumpang berkebangsaan Italia di dalam pesawat.
Sang Gadis sedang melanjutkan rangkaian jalur travelingnya dari benua kangguru. Ia berniat ke Pulau Lombok, tapi akan singgah beberapa jam di kota Denpasar. Bali sudah tak asing lagi bagi Sang Gadis. Namun kali ini penerbangan berakhir di malam hari. Tak cukup waktu lagi menjelajahi kota.
Pesawat kecil ke Pulau Lombok akan berangkat di awal pagi. Sebuah pilihan sulit, apakah akan menginap di kota atau cukup di bandara saja. Keputusan itu belum diambil meski telah beberapa jam Sang Gadis mondar-mandir di area bandara. Ia sibuk dengan gawai cerdas di tangan, sementara sebuah tas punggung besar miliknya dibiarkan teronggok di sisi tiang. Lobby kedatangan masih ramai, Sang Gadis mengamati setiap penumpang yang datang. Nampaknya Sang Gadis sedang menunggu seseorang.
"Paris.. hei, Paris..!! Dasar bocah nakal..!"
Sang Gadis Italia terkejut, seorang wanita memanggil namanya. Tapi ia tak merasa melakukan sebuah kenakalan.
"Paris..!! Kemari naak...!" Seorang ibu berlari melintas di sisinya, meraih si anak yang sejak tadi berlarian ke sana ke mari.
"Pffffhh...!!" Paris menghembuskan nafas kekesalan. Mengapa nama Paris begitu populer bagi anak-anak perempuan?
Paris nampak lusuh dan kelelahan. Orang yang ditunggu belum juga datang. Ia kembali ke sisi tiang, duduk bersandar di sebelah tas punggung. Kelelahan mengerogoti seluruh tubuhnya. Tak berapa lama ia pun tertidur.
*****
Sementara beberapa jam lalu, di bandara Sultan Hasanuddin-Makassar, Bon-Bon belum bisa melepas pelukan Mamam. Tepatnya, Mamamlah yang tak bisa melepas kepergian anak semata wayang ini. Bayangan Sang Suami kembali memenuhi pikiran dan hatinya.
"Bon-Bon.. Jaga diri baik-baik ya...!!" Mamam membisikkan kata-kata perpisahan.
Sebenarnya, Mamam tak khawatir sedikitpun tentang Bon-Bon. Ia memiliki jiwa dan keahlian petualang sejati. Naluri dan ketahanan tubuhnya sangat unggul. Naluri kehidupan ia warisi dari ayahnya sedangkan ketahanan tubuh itu adalah hasil gemblengan Sang Ibu, seorang karateka Dan II yang juga seorang instruktur beladiri di sebuah akademi tentara.
Tubuh Bon-Bon mulai melar saat tak lagi disiplin menjalankan program latihan Sang Ibu. Bon-Bon terjangkit maniak gawai, ketergantungan tinggi pada gawai cerdas miliknya. Hal yang sama juga banyak menjangkiti kawan seumuran Bon-Bon. Mereka akhirnya kurang gerak dan cenderung mengalami obesitas.
"Ngga usah khawatir, Mamam... Bon-Bon bisa jaga diri kok! Akan Bon-Bon hubungi sesering mungkin saat ada waktu luang." Bon-Bon melepas pelukan Sang Ibu.
Plentot, Koplo serta Cheryl dalam kandang portable terlihat di kejauhan. Ketiganya terdiam membayangkan kesunyian rumah tanpa kehadiran Bon-Bon. Tak lama kemudian, pesawat yang membawa Bon-Bon melintas di udara.
No comments:
Post a Comment