Dengan wajah masih mengarah kepada Sang Gadis, lamunan Bon-Bon beralih pada Made. Apakah pacar Made mirip gadis ini? Atau kawan yang ingin dikenalkan Made padanya? Atau...?? Berbagai khayalan bermunculan menerka sosok Sang Gadis. Bon-Bon tak sadar Sang Gadis telah usai bermeditasi, dan kini ia balik menatap Bon-Bon yang asyik berkhayal namun dengan wajah masih mengarah padanya. Sang Gadis merasa tak Nyaman.
"Hey...!! why do you look at me like that..? Are you okey...??" Sang Gadis melihat tatapan kosong di mata Bon-Bon.
Khayalan Bon-Bon buyar seketika. Belum sempat Bon-Bon meminta maaf, tiba-tiba suara teriakan memanggil namanya terdengar dari sisi jalan di depan lobby.
"Bonn... ayo buruan...! Ngantuk banget nih...!!"
Bon-Bon bergegas menghampiri Made. Ia masih sempat menoleh pada Sang Gadis yang terus menatapnya keheranan. Ah, padahal Bon-Bon sangat ingin berkenalan dengan Sang Gadis. Tak lama kemudian, mobil Made bergerak menembus kesunyian malam. Pikiran Bon-Bon masih terbawa pertemuan singkat di lobby bandara. Sebuah pertemuan hampa.
*****
Matahari telah begitu tinggi, Bon-Bon baru saja bangun. Villa keluarga Made cukup mewah. Ada kolam renang kecil di sisi rumah. Saat ini belum terisi air. Kamar yang ia tempati memiliki jendela ke arah kolam. Dinding kamarpun masih polos, belum ada cat maupun wallpaper yang terpasang. Seluruh bagian villa sementara direnovasi.
Bon-Bon segera membersihkan diri, berganti pakaian, melakukan ritual ibadah, meditasi singkat dan bersiap menjalani hari pertamanya di Pulau Bali. Ia memastikan lokasi villa di google map. Memang benar, Sukarno Center tak begitu jauh dari rumah di wilayah Tampak Siring itu. Rencananya siang ini Bon-Bon akan berjalan kaki saja menuju Sukarno Center, sambil mencari warung kecil untuk menuntaskan sarapan pagi.
>Sudah bangun, Bond..? Ntar malam ketemuan di kafe yah.. Mau Ai kenalin sama Mercy.. (cieee...!)<
Bon-Bon menerima pesan WA dari Made. Sedikit tersenyum, ia tak langsung membalas pesannya. Hidangan di depan mata sudah begitu menggoda. Sebuah warung makan kecil milik penduduk lokal menarik perhatian Bon-Bon. Parnak-pernik berciri khas Bali menghiasi setiap dinding.
Sambil bersantap Bon-Bon menelusuri pernak-pernik di sana. Ada yang mencolok mata, jelas ini bukanlah pernik khas Bali. Ya, ada foto Bung Karno di salah satu bagian dinding. Bung Karno bersimpuh di depan ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai. Tentu ada alasan si pemilik warung memasangnya di sana.
"Ada apa, dek? Tertarik dengan foto itu?" Ibu penjaga warung menegur Bon-Bon yang sejak tadi menatap foto miliknya.
"Eh, iya... Maaf, bu...!! Saya pengagum Bung Karno. Bukankah seharusnya foto presiden dan wakil presiden berkuasa yang terpasang di sana?" Bon-Bon bertanya serius sambil menuntaskan hidangan di depannya.
"Iya, adek betul. Itu ide anak saya. Bung Karno mempunyai tempat tersendiri di hati orang Bali. Mungkin di benak anak saya presiden Indonesia itu ya cuma Bung Karno. Yang lain hanya penirunya saja."
No comments:
Post a Comment