Paris melanjutkan jalur traveling dari Pulau Lombok. Ia berada di Ende-Flores saat ini. Seorang kawan seperjalanan, kenalan dari media sosial, menunda kunjungannya ke Lombok. Sang ibu terkena stroke ringan. Walaupun telah berada di bandara Adisucipto, Jogja, Sang Kawan terpaksa membatalkan tiket miliknya. Rini berjanji menemui Paris di Ende. Malam itu Paris harus menunggu seorang diri di bandara Ngurah Rai, sebelum penerbangan pagi mengantarnya ke Pulau Lombok.
Meskipun memiliki leluhur dari Indonesia, Paris terlahir dan besar di kota Roma, Italia. Ia fasih berbahasa Italia dan Inggris. Paris juga mengerti beberapa kata dan kalimat berbahasa Perancis. Bahasa Indonesia hanya bisa ia dengarkan saat kerabat dari pihak ayah sedang berkunjung ke rumah keluarganya di Roma.
Namun saat ini, ia sedang berada di Indonesia. Ia harus bisa meningkatkan keterampilan berbahasa Indonesia. Paris memanfaatkan aplikasi penterjemah di gawai cerdas. Seorang warga lokal akan ia tanyai, sambil sesekali melihat gawai di tangan.
"E.. eh, hai..!!" Paris berusaha menegur seorang warga yang melintas.
"Halo, Nona.. Mau ke mana?" Remaja pria itu menghapiri Paris.
"Hi, I need to... emm.. Saya.. mau... eh, mau.. ke patung.. Sukarno," Paris mengangguk-anggukkan kepala berharap ia tak salah ucap. "You know..??"
"Ooo... "
Si remaja mengerti maksud Paris, kemudian menjelaskan rute yang harus ditempuhnya ke Taman Pancasila dengan menggunakan bahasa Tarzan + gado-gado lokal. Meskipun sulit dan berliku akhirnya Paris bisa memahami penjelasan abnormal dari Sang Pemuda. Paris mengucapakan terimakasih dalam bahasa Indonesia.
"Terimaa.. kasiih..!!"
Paris merasa senang. Hari ini perbendaharaan katanya bertambah lagi. Sambil berjalan, Paris memainkan jari-jemari pada gawai cerdas dalam genggaman, berusaha menambah hafalan kosa kata Indonesia di kepala. Seharusnya ini akan lebih mudah jika Rini sudah bersama Paris di Ende. Rini baru akan tiba sore nanti.
>I will be there this afternoon..!!< Paris kembali membaca pesan Rini. Untuk sementara ia akan gentayangan sendiri di kota Ende.
"Paris... hey, Paris..!! come here..!!" Terdengar suara seorang bapak memanggil namanya. Sekejap ia merasa senang, akhirnya ada juga yang bisa diajak ngobrol siang ini.
Seorang anak kecil berlari melintas di belakang Paris. Seketika ia merasa tak nyaman. Benar saja, nama anak itulah yang diteriakkan Sang Ayah.
"Oh my God..! What's wrong with this name..??" Paris mengumpat kesal, mengapa namanya begitu banyak beredar di planet ini? Mungkin sudah saatnya berganti nama. Paris kehabisan akal, ia memang menyukai nama ini. Tak ada alasan apapun untuk menggantinya. Lagipula nama itu adalah pemberian Sang Kakek.
Tanpa terasa Paris telah sampai di Taman Perenungan. Sudah banyak orang berkumpul di depan patung. Sang Proklamator terlihat duduk di sebuah bangku dengan panjang 17 m. Sementara di sekeliling bangku adalah area kolam berdimensi 8x45 m. Angka-angka yang melambangkan hari kemerdekaan bangsa Indonesia. Lokasi patung diyakini adalah tempat Bung Karno merenung dan menggali nilai-nilai Pancasila.
No comments:
Post a Comment