Bon-Bon berhasil mendapatkan gambaran umum kesan para turis asing mengunjungi Ubud, namun belum bisa memuaskan rasa penasaran Bon-Bon. Ia belum memperoleh sumber sepadan seperti halnya kecintaan seorang Antonio Blanco pada Bali, pelukis ini bahkan memiliki museum pribadi di Bali. Atau kisah Elizabeth Gilbert, seorang wanita karir yang beralih menjadi pengelana sebelum cintanya tertambat di Bali.
Pengalaman Cheryl cukup mengesankan. Ia berkebangsan Australi dan pernah bekerja sebagai staf di Kedubes Australi, Jakarta selama empat tahun. Ia cukup betah di Jakarta, namun hanya Bali yang membuatnya merasa seperti di rumah sendiri. Hampir di setiap musim libur Cheryl menyediakan waktu dan biaya khusus untuk berkunjung ke Bali. Ada aura mistik dan misterius ia rasakan saat berada di sini. Sebuah ketenangan, bagai seorang anak dalam pelukan ibunya.
"Seperti kerinduan pada kampung halaman sendiri." Ucap Cheryl saat menjawab pertanyaan Bon-Bon.
Seorang turis lain berkebangsaan Jerman menggambarkan Bali sebagai "The Lost paradise". Surga yang tak hanya berupa pesona alam semata namun juga berupa pesona tradisi warga dalam berinteraksi dengan alam dan Sang Pencipta. Sebuah harmoni sempurna, sebuah keseimbangan dari berbagai pertentangan, sebuah keindahan dari beragam hal sederhana. Keindahan natural tanpa polesan yang dibuat-buat.
>Bond, Ai lagi di Ubud, nih. Bareng Mercy. Bisa ketemuan nggak..?< Pesan dari Made masuk. Bon-Bon sedikit cemas, takut fokus kegiatannya di Ubud terganggu. Tapi, bukankah Mercy bisa menjadi salah satu nara sumber juga buat risetnya? Bon-Bon tersenyum, menemukan sebuah ide dadakan.
>Ok. Kita ketemuan satu jam lagi, yah.. Ntar ketemu di resto Nine Angels saja. Okeh...?!!< Bon-Bon merespon bahagia.
*Sejam kemudian*
Siang ini cukup lengang di resto 9 Angels. Empat sekawan baru saja tiba; Bon-Bon, Made, Mercy dan Helena pacar Made. Mereka berjalan ke arah sebuah meja, meletakkan tas lalu segera mendatangi meja prasmanan di tengah ruangan tempat berbagai hidangan disajikan.
Setiap pengunjung wajib melayani diri sendiri. Mulai dari mengambil piring, memilih sajian, mengantar ke meja, lalu makan hingga membilas piring setelah makan. Harganyapun suka-suka. Sebuah konsep resto yang aneh. Di sini, pengunjung yang lagi bokek boleh makan gratis. Bon-Bon segera teringat si Koplo.
Setelah makan dan mengintip gawai masing-masing, Bon-Bon menyapa Mercy di sisi tempat duduknya. Ia menanyakan kesan Mercy terhadap Ubud dan Bali.
Mercy menjawab santai. Ia ke Bali untuk mencari beberapa produk kerajinan tradisonal maupun lukisan yang akan ia pajang di beberapa galery miliknya. Dua buah galery di Milan dan satu lagi di Paris. Mercy terkesan pada Ubud. Alam dan tradisi di sini memicu daya kreasi setiap orang dalam berbagai bidang, utamanya seni. Seni lukis dan patung sangat dominan di samping berbagai jenis seni musik dan tari tradisional. Cita rasa seni dan estetika orang Bali tak kalah tinggi dibanding warga Paris dan Milan.
"I love Ubud, like I love Paris and Milan" Mercy menutup kesan-kesannya. Bon-Bon mematikan pen recorder lalu melanjutkan perbincangan off the record bersama ketiga sahabat lain. Resto 9 Angels mulai terlihat ramai. Serombongan turis mancanegara baru saja tiba.
No comments:
Post a Comment