Paris dan Rini baru saja tiba di Bandara Ngurah Rai setelah dua hari menjelajahi Lombok. Saat ini mereka berada di Lobby Kedatangan. Jam masih menunjukkan pukul 14:35. Rini menanti jemputan seorang kawan yang juga berasal dari Jogja. Sambil menunggu kedatangan Heru, keduanya bersandar di sisi sebuah tiang di area lobby. Paris teringat situasi serupa di malam itu. Seorang pemuda memandang aneh padanya tepat di tempat ini.
"Rini..!!"
"Hai, Heru..!!"
Rini menarik tangan Paris, mereka bergegas ke arah Heru yang masih di dalam mobil. Rini mengambil posisi duduk di depan sementara Paris masuk ke baris kursi belakang.
Rini segera mengenalkan Paris pada Heru. "Heru, ini Paris. Paris, ini kawanku, sama-sama dari Jogja. Namanya Heru."
"Hi, Paris. Nice to meet you!"
"Halo Heru. Apa kabar..?"
"Hah? Oh, kabar baik. Bisa bahasa juga rupanya?" Heru terkejut kawan bule Rini cukup fasih berbahasa Indonesia.
"Jangan kaget, Her.. Siapa dulu dong gurunya. Paris itu murid Ai." Rini berbangga diri. Paris hanya mengangguk sambil memberi isyarat jempol pada Rini, sebelum akhirnya juga melemparkan pujian.
"Rini is the best..!!" Ujar Paris.
"Ha ha ha... iya deh.. Percaya..!" Heru mengiyakan sambil mengarahkan mobil menuju Denpasar.
Topik pembicaraan beralih pada rencana Rini mengambil kelas Yoga. Heru telah memesan tempat untuk dua orang di sebuah Sanggar Yoga. Kelas akan dimulai Selasa depan, masih tiga hari lagi. Rini mengajak Heru mampir ke sebuah toko sport. Ia harus membeli kostum untuk keperluan Yoga nanti.
*****
Malam menjelang, seperti biasa suasana di Jl. Legian berangsur ramai oleh para turis berlalu-lalang. Orang-orang dari berbagai negara, dari ras berbeda, berbaur dengan turis domestik yang juga berasal dari beragam suku bangsa berbeda. Suasana heterogen begitu terasa. Keceriaan merebak di mana-mana. Tak tersisa lagi trauma akibat aksi teroris di benak warga. Yang ada hanya perasaan damai dan bahagia.
Heru, Rini dan Paris sedang menikmati menu favorit masing-masing di salah satu resto. Alunan live music menambah atmosfir kenyamanan dalam menikmati santapan mereka. Ketiganya berbincang ringan sambil sesekali tertawa kecil di sela-sela santap malam tersebut. Paris mengedarkan pandangan menyisir pernak-pernik interior yang menghias dinding resto. Resto ini sangat artistik.
Pandangan Paris terhenti pada satu titik. Bukan pada pernak-pernik cantik tadi, melainkan pada sosok seseorang. Bukankah orang itu sama persis dengan pemuda di bandara malam itu? Meski penasaran, Paris mengalihkan kembali pandangan ke meja makan dan dua sahabatnya.
Musik pengiring sedang jeda saat ketiga sahabat baru saja menuntaskan santap malam. Heru dan Rini memilih sibuk dengan gawai masing-masing. Suasana tiba-tiba saja menjadi hening. Antara perlu atau tidak, Paris kembali mengarahkan pandangan ke arah Sang Pemuda. Celaka, keduanya bertemu pandang! Namun dalam kedipan kedua, Paris tersadar kalau itu hanya imajinasinya saja. Pramusaji yang baru saja melintas telah menghalangi pandangan Paris. Nyatanya, sosok itu tak ada lagi. Meja di sana telah kosong. Hanya sebuah foto kecil menggantung di dinding yang menahan pandangan Paris. Foto seorang Marlyn Monroe dan Bung Karno.
"Ada apa, Paris? Apa kamu menikmati makanannya?"
"Oh, of course.. Makanannya enak..!!" Paris terusik dari lamunan. Ia hanya tersenyum sedetik, sebelum kembali hanyut dalam pikiran tak tentu arah. Rini nampak khawatir, mungkin Paris sedang amat kelelahan.
No comments:
Post a Comment