"Kita berangkat sekarang?" Made bertanya pada Bon-Bon yang masih sibuk dengan gawai.
Bon-Bon sedang mengumpulkan koleksi setiap foto Bung Karno yang ia temui selama perjalanan dalam sebuah folder. Salah satunya adalah foto Bung Karno bersama Marlyn Monroe di resto tadi. Bon-Bon, Made dan Helena baru saja keluar dari sebuah resto di Jl. Legian. Sore tadi, mereka bertiga mengantar Mercy ke bandara Ngurah Rai. Mercy hendak pulang ke negaranya, Perancis. Sepulang dari bandara, Helena mengajak kedua sahabat bersantap malam di resto favoritnya.
img. Jl. Legian, Kuta-Bali |
"Okey, berangkat..!!" Bon-Bon menjawab tanpa melepaskan pandangan dari gawai di tangan.
Malam ini mereka akan ke Uluwatu. Made sudah membuat janji untuk bertemu salah seorang pendeta di Pura Uluwatu atas permintaan Bon-Bon. Bon-Bon sendiri sudah tak sabar ingin segera menemui Sang Pendeta. Bayangan tentang mustika penawar waktu menjuntai di depan mata.
Mobil Made melintas menyusuri malam bergerak ke arah Selatan. Cuaca cerah dihiasi sinar bulan purnama memberi aura magis yang kental. Ketiga sahabat larut dalam pikiran masing-masing. Made sedang merencanakan hubungan jangka panjang dengan Helena. Hubungan mereka telah berjalan dua tahun, sudah waktunya diresmikan dalam sebuah ikatan. Helena tak jauh berbeda. Kini ia harus memutuskan untuk berdomisili di Bali.
Sementara itu, Bon-Bon masih larut dalam khayal seakan-akan telah memiliki sebuah mustika penawar waktu di tangan. Ia mulai menyusun jadwal traveling melintasi waktu. Salah satu prioritas Bon-Bon adalah masuk ke waktu lalu saat Sang Ayah memutuskan akan berangkat ke Papua. Bon-Bon akan melacak keberadaan Pram. Ia ingin mengakhiri kecemasan Mamam selama ini.
"Bond..!! Senyam-senyum saja. Lagi bayangin Mercy, yah..??" Made melirik Bon-Bon yang duduk di kursi belakang dari spion tengah mobil. Helena spontan ikut menoleh ke belakang sambil tersenyum. Ia berharap Bon-Bon bisa menjalin hubungan serius bersama Mercy, sahabat karibnya.
"Ciyeee....!!" Helena meledek Bon-Bon.
Bon-Bon menggeleng. Tentu saja ia tak akan mengatakan hal sebenarnya. Ia mulai mengalihkan cerita. "Bukan! Made tau nggak, Bon-Bon punya seekor kucing kesayangan di rumah?"
"Cheryl..??" Made ingat betul nama kucing itu. Bon-Bon sering memamerkan foto Cheryl padanya.
"Nah, saat Ai mencari target wawancara di Ubud, salah seorang di antara mereka ternyata bernama Cheryl. Hampir saja Ai omelin, ngapain pake nyusul Bon-Bon ke Bali segala, sih?"
"Ha ha ha...." Made dan Helena serentak terbahak. Mereka membayangkan jika Bon-Bon benar-benar melakukan niatnya itu.
Bon-Bon senang strategi itu berhasil. Penjelasan tentang mutiara penawar waktu tak mungkin masuk dalam logika kedua sahabat Bon-Bon. Biarlah hal itu tetap menjadi rahasia pribadi. Suasana dalam mobil kembali hening. Sinar purnama semakin indah, terus menyelinap dari sela pepohonan rimbun di sisi kiri dan kanan jalan. Aura mistis semakin menyengat saat mereka memasuki area di sekitar wilayah Uluwatu.
Made mulai memperlambat laju kendaraan. Perjalanan malam ini segera mencapai tempat tujuan, sebuah pura sakral, Pura Uluwatu. Bon-Bon sedikit tegang. Aura mistis terasa begitu kuat.
No comments:
Post a Comment