Made tiba-tiba saja menghentikan mobil. Bon-Bon dan Helena terkejut. Tak Made tiba-tiba saja menghentikan mobil. Bon-Bon dan Helena terkejut. Tak ada sesuatu di depan mereka yang membuat mobil harus berhenti mendadak.
"What's wrong, Made?" Helena menatap Made keheranan.
"Katanya mau mencari tahu identitas Sang Kakek? Mumpung belum terlalu jauh, kita balik saja ke tempat tadi!" Made memberi alasan.
"Betul bro Made, ayo buruan! Sebelum Sang Kakek berjalan ke tempat lain!" Bon-Bon mendesak Made.
Made bergegas memutar arah namun segera dicegah Helena. "No way!" Bon-Bon dan Made kebingungan. Ada apa dengan Helena? Mengapa melarang Made memutar arah?
img. Keheningan dalam mobil |
Sejenak keheningan melanda seisi mobil. Kedua sahabat Helena menahan diri, terdiam menahan nafas. Mereka hanya butuh penjelasan atas reaksi Helena saat Made berusaha memutar arah.
"Ada apa Helena? Mengapa melarang kita kembali menemui Sang Kakek? Apakah itu berbahaya?" Bon-Bon tak menemukan alasan tepat untuk mencegah rencananya bersama Made. Helena tak segera menjawab. Sedikit ragu, apakah penjelasan yang akan ia sampaikan bisa diterima.
"Ada apa Helena? Kita harus menemui Sang Kakek. Kita butuh informasi tentang Sang Kakek untuk menjelaskan keberadaan kita saat ini. Untuk menanyakan beberapa hal tentang daerah ini." Made bertanya lembut pada Sang Pacar. Ia tak ingin menekan perasaannya.
"Kita balik sebentar, ya? Janji! Hanya sebentar! Kita tak punya pilihan untuk bertanya pada siapa lagi. Tak ada orang lain di sekitar sini." Made berusaha membujuk Helena agar mengijinkan mereka kembali ke tempat semula.
"Made...! Kakek itu sudah hilang..!" Helena menjawab ragu, suaranya hampir tak terdengar.
"Hilang...? Maksud kamu bagaimana, Helena?" Bon-Bon tak bisa memahami penjelasan ini. Kok, Helena bisa tahu kalau Sang Kakek telah lenyap? Bukankah area ini sangat lapang dan mereka belum terlalu jauh dari tempat Sang Kakek berdiri tadi.
"Helena betul, Bon..! Kakek itu telah menghilang..!" Made menjulurkan tangan ke arah Bon-Bon, menyerahkan teropong binocular yang baru saja ia gunakan. Bon-Bon segera merebutnya.
Pandangan ia arahkan ke tempat Sang Kakek tadi, lalu mengedarkan pengamatan ke kiri dan ke kanan. Tak ada siapa-siapa. Tak ada orang lain di luar sana. Aneh! Sungguh aneh!
"Aneh, kakek itu sungguh misterius! Bukan hanya sikap, tapi juga keberadaannya! Kini, kita tak punya lagi tempat untuk bertanya." Ketiga sahabat terdiam, larut dalam pikiran masing-masing. Apakah mereka masih memiliki kesempatan kembali ke alam nyata?
Perlahan Made menjalankan mobil. Ada rasa putus asa di benaknya. Ia tak bisa membayangkan, seberapa jauh lagi perjalanan ini. Tak ada tanda-tanda adanya sebuah perkampungan di depan sana. Bahan bakar semakin menipis, apakah cukup untuk mencapai stasiun pengisian bahan bakar berikut? Mereka bahkan tak tahu apakah di wilayah ini ada SPBU atau tidak. Tak ada satupun kendaraan melintas dan terlihat di sekitar mereka. Suasana dalam kendaraan kini terasa mencekam.
Bon-Bon teringat kalung mustika pemberian Sang Kakek. Dikeluarkannya dari saku. Aneh, warna mustika kini sedikit buram, tak secerah saat pertama kali terlihat. Helena meraih kalung dari genggaman Bon-Bon, sesekali Made ikut mengamati sambil tetap berusaha mengendalikan arah mobil.
"Hmm.. warnanya memudar...!" Helena terkesima oleh perubahan warna mustika. Jemari lentiknya mengusap-usap permukaan mustika. Terasa dingin, cukup dingin. Bahkan nyaris sedingin batu es. Helena terus mengusapnya, ada kenikmatan tersembunyi saat jemari menyentuh permukaan batu mustika. Wajah Helena nampak berbinar.
No comments:
Post a Comment