Nusantara memang unik berangkat dari kutipan sebuah karya tulis dari tokoh nasional idola penulis; Y.B. Mangunwijaya.
“Indonesia ini memang negeri
yang unik, penuh dengan hal-hal yang seram serius, tetapi penuh dagelan dan
badutan juga. Mengerikan tapi lucu, dilarang justru dicari dan amat laku,
dianjurkan, disuruh tetapi malah diboikot, kalah tetapi justru menjadi amat
populer dan menjadi pahlawan khalayak ramai, berjaya tetapi keok celaka,
fanatik anti PKI tetapi berbuat persis PKI, terpeleset tetapi dicemburui, aman
tertib tetapi kacau balau, ngawur tetapi justru disenangi, sungguh misterius
tetapi gamblang bagi semua orang. Membuat orang yang sudah banyak makan garam
seperti saya ini geleng-geleng kepala tetapi sekaligus kalbu hati cekikikan. Entahlah, saya tidak tahu.
Gelap memprihatinkan tetapi mengandung harapan fajar
menyingsing......(menyanyi) itulah Indonesia. Menulis kolooom selesai.
["Fenomena PRD dll," dalam Politik Hati Nurani, hlm. 28].”
Mungkin suasana yang digambarkan adalah masa yang disebut dengan zaman
edan di mana segala hal seperti dibolak-balik. Sebuah zaman yang sebelumnya sudah
diramalkan oleh Prabu Jayabaya di awal abad ke 12 M dengan sebutan zaman
Kalabendu. Keadaan ini juga menginspirasi seorang Jaya Suprana dalam merintis cabang ilmu terbarunya yang diberi nama
“KELIRUMOLOGI”. Ilmu yang justru mempelajari segala hal yang keliru untuk dapat
menemukan sesuatu yang benar. Sebuah ilmu yang unik dan sekaligus menambah
jumlah keunikan di dalam nusantara kita.
Selain gambaran tersebut dalam dunia pemerintahan kita juga terdapat
keunikan tersendiri. Sistem pemerintahan kita sejatinya adalah sistem
Presidensial (seharusnya memakai kata lain karena dapat ditafsirkan oleh kaum
kelirumolog dengan “Presiden yang Sial”). Namun dalam praktek pengelolaan
pemerintahan lebih mirip dengan sistem Parlementer dimana keputusan Eksekutif
harus selalu melalui campur tangan Parlemen dalam hal ini DPR. Belum lagi,
masyarakat kita yang sejarahnya berasal dari tatanan sistem pemerintahan
Kerajaan sehingga praktek-praktek pemberian
upeti dan pengkultusan pimpinan serta para pejabat marak terjadi dalam perilaku politik bangsa kita. Padahal dalam
sebuah negara berbentuk Republik fungsi pemimpin pusat ataupun di daerah adalah
sebagai pelayan rakyatnya. Doktrin untuk mempermudah pelayanan kepada
masyarakat akhirnya dibalik dengan istilah “Kalo masih bisa dipersulit kenapa
harus dipermudah?”.
Keunikan lain adalah dalam hal beragama. Penganut Islam di nusantara dapat berlebaran pada hari yang berbeda-beda walaupun menggunakan kalender hijriah yang sama. Bukankah kalender digunakan untuk mempermudah perhitungan waktu manusia moderen? Apakah kalau manusia sepakat dengan satu tanggal yang sama Tuhan akan protes? Atau jangan-jangan peristiwa ini adalah penafsiran berlebihan terhadap Bhineka Tunggal Ika dengan prinsip asal “Berani beda!”. Atau juga penjabaran kebablasan dari makna “Perbedaan adalah rahmat?"
Karakter Bhinneka Tunggal Ika pada prinsipnya adalah menyatukan segala hal
yang berbeda dalam wujud toleransi. Bukan malah membuat
sesuatu yang seharusnya satu menjadi berbeda-beda.
Sekali lagi kenyataan dan “kekacauan” dalam pemerintahan dan masyarakat
kita ini semakin mempertegas pernyataan bahwa Nusantara kita memang merupakan
sebuah tempat yang UNIK. Walaupun kata ‘unik’ itu sendiri mungkin tidak cukup
untuk menjelaskan keunikan ideologi nusantara, sebab keunikan Pancasila justru
adalah pada cakupannya yang Universal.
//djasMerahputih
No comments:
Post a Comment