Blogger Tricks

Sunday, March 20, 2016

>>>MENGADUK SARA

     Usia tujuhpuluh bagi NKRI masih menyisakan tanda tanya apakah negeri ini mengalami kemajuan dalam hal kedewasaan berbangsa. Para pendiri bangsa menyadari bahwa keragaman kultur nusantara membutuhkan satu perekat super agar bisa dipersatukan. Perekat itu bernama Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika-nya. Apakah Pancasila telah memberi kontribusi terhadap kedewasaan berbangsa kita..??
img.  Bhinneka Tunggal Ika
     Mengangkat isu etnis dan agama dalam setiap momen pilpres dan pilkada mengindikasikan masih adanya stagnasi pada pola pikir dan ideologi berbangsa kita. Siapa sih yang bisa percaya bahwa kebaikan atau kejahatan hanya identik dan menjadi monopoli suku/agama tertentu saja? Bukankah setiap individu memiliki potensi untuk menjadi malaikat maupun iblis dalam menyikapi setiap jengkal nadi kehidupan? 
     Sebagai agama mayoritas di Indonesia, tentu saja Islam diharapkan mampu menghasilkan pemimpin berkualitas bagi negeri ini. Akan tetapi realitas mencatat bahwa individu di luar Islampun memiliki potensi menjadi pemimpin negara. Di sisi lain, tak ada syarat formil bahwa hanya dari agama tertentu saja yang diperbolehkan menjadi seorang presiden. Terlebih lagi selama 70 tahun dipimpin orang Islam korupsi tetap saja merajalela di kalangan birokrat kita. Bukankah korupsi adalah perkara haram dalam Islam? 
     Tentu saja korupsi tidak identik dengan agama manapun. Demikian pula terorisme dan tindak kriminal lain. Sebagai umat mayoritas, tak aneh jika peluang adanya pelaku kejahatan di kalangan orang Islam terbuka lebih lebar. Namun bukan berarti umat lain bersih dari perilaku korup dan tercela. Keragaman nusantara membuka peluang terjadinya tindak tercela pada semua unsur etnis dan agama, sehingga menilai kepribadian seseorang berdasar etnisitas dan agama merupakan tindakan diskriminatif yang jauh dari nilai-nilai dasar demokrasi. 
     Mengaduk perkara SARA dalam perang opini antar pendukung setiap calon peserta Pilkada adalah sebuah bentuk kemunduran demokrasi. Sudah saatnya kapasitas intelektual dan jiwa kepemimpinan menjadi barometer utama dalam menilai pantas tidaknya seseorang ditunjuk menjadi pemimpin. Tak lagi mengulang-ulang lagu lama tentang Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan. Sebab jika hal ini masih terjadi, maka pertambahan umur NKRI hanyalah sebatas pertambahan angka semata. Kita stagnan bahkan mundur dari segi kematangan dan kedewasaan berbangsa. Sungguh Ironis.

 *****

No comments:

Post a Comment