Salah satu amanat dalam Pembukaan UUD 45 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Sementara ayat pertama dalam kitab agama penutup berbunyi "iqra" yang berisi seruan untuk membaca. Relevansi membaca terhadap kecerdasan sebuah bangsa bukanlah sebuah keanehan. Bangsa-bangsa maju sangat identik dengan kegemaran membaca para warganya.
Baca/read adalah aktifitas melihat dan mengucapkan (jika perlu) dan memahami sebuah obyek bacaan, baik berupa teks, gambar maupun peristiwa alam. Kegiatan membaca terutama melibatkan mata dan pikiran, juga mulut jika perlu diucapkan. Membaca jauh berbeda dengan menonton dan mendengar atau sekedar berucap. Membaca mutlak disertai dengan pemahaman terhadap obyek bacaan.
Lebih jauh lagi membaca seringkali identik dengan menghafal, padahal hapalan tak mensyaratkan sebuah pemahaman. Ia hanyalah sebuah proses menulis data dalam pikiran, tak ada analisa dan sintesa. Seseorang yang hafal teks Pancasila tak serta merta bisa dianggap memahami makna Pancasila.
Kebiasaan membaca adalah indikator kecerdasan sebuah bangsa. Mendekatkan buku sebagai bahan bacaan kepada seluruh lapisan masyarakat menjadi tugas penting bagi negara sebagaimana diamanatkan dalam Mukadimah UUD '45. Para relawan dan penggiat perpustakaan keliling di pelosok negeri sepantasnya mendapat dukungan serta apresiasi tinggi dari negara. Mereka telah lebih dulu menjalankan tugas negara bahkan sebelum negara itu sendiri memenuhi kewajibannya kepada setiap warga negara, terlebih lagi bagi mereka yang jauh dari akses perpustakaan.
Kegiatan membaca merangsang aktifitas sel-sel otak manusia. Membaca juga dapat berfungsi sebagai terapi jiwa. Membaca menambah wawasan serta pengetahuan seseorang. Membaca membentuk karakter seseorang. Bacalah apa saja yang paling sesuai dengan minat dan kegemaran anda, kapanpun dan dimanapun. Bahkan jika telah memiliki kepekaan tertentu kita dapat membaca tanda-tanda alam sebagaimana kebiasaan leluhur sebelum aksara ditemukan. Jadi, sekali lagi, bacalah...!!
No comments:
Post a Comment