Lamunan Bon-Bon terusik suara dentingan dari gawai cerdas miliknya. Ada pesan masuk dari Made. Bon-Bon menghapiri meja tempat ia meletakkan gawai.
Bon-Bon terkejut, sudah ada dua pesan belum terbaca. Pesan dari Mamam dan Made. Sudah pasti pesan Mamamlah yang akan ia baca lebih dulu. Bon-Bon membacanya. Ia paham, pesan Mamam hanya berusaha mengingatkan Bon-Bon agar tak lupa menghubungi Sang Bunda. Cheryl hanya kamuflase.
Bon-Bon tak berniat membalas pesan Mamam. Ya, sebab Bon-Bon hanya ingin menyapanya langsung. Terlihat raut penyesalan di wajah Bon-Bon. Ia harus mendengar suara Sang Bunda saat ini juga. Tombol "call" segera ditekan, panggilan pada Mamam sedang berlangsung.
Bon-Bon menanti telpon segera dijawab, namun nada panggil tak jua usai. Bon-Bon terlihat gusar. Apakah secepat itu Sang Bunda ngambek? Rasa sesal bergemuruh di hati Bon-Bon.
"Abooon...!! Aduuh... kok pesan Mamam nggak dibales. Kamu sudah lupa sama Mamam, yah? Kamu sudah asyik dengan teman baru, kenalan baru, pengalaman baru, gelang baru, tatto baru, kaos baru dan segala hal baru lainnya, yah?? Aduuhh, Bon-Bonn...!! Kalo tau gini, Mamam nggak akan ngijinin kamu ke Bali. Mending Koplo dan si Tirus saja yang Mamam suruh ke Bali..!!" Berondongan kekesalan ditumpahkan Mamam saat tahu telpon masuk barusan ternyata dari Bon-Bon.
Bon-Bon sedikit menjauhkan gawai dari kuping. "Mamaammm..!! Pelan dikit dong ngomongnya. Jantung Bon-Bon hampir copot, nih..!"
"Salah sendiri, kenapa nggak disekrup kuat-kuat..! Hati Bon-Bon juga dari besi, kan? Bon-Bon nggak bisa merasakan kesepian Mamam. Mamam tuh nggak bisa jauh-jauh dari Kebon Mamam..!!"
"Kebo..??" Bon-Bon membayangkan seekor kerbau di kubangan dengan tiga ekor burung mematuk-matuk punggungnya.
"Iya! Kebon..!! Mamam nggak bisa jauh-jauh dari kebon teh Mamam. Mamam betah di sini..!"
"Duuh.. Mamam nggak nyambung, aah..!!"
Bon-Bon sadar, Mamam sedang mengecoh Bon-Bon. Itu sudah sering dialami Bon-Bon. Mamam tak ingin terlihat lemah di mata anaknya. Ia tak mau mewariskan sikap lemah pada generasi penerus, meskipun harus menggunakan beribu topeng. Mamam ingin Bon-Bon menjadi pribadi tegar dan tangguh dalam mengarungi hidup, sekuat apapun badai menerpa. Mamam berusaha menelan sikap sentimentil itu.
"Sory, Mam... Bon-Bon kan masih fokus untuk riset di sini, masih harus beradaptasi dan membaur dengan masyarakat Bali. Masih harus menghayati nilai-nilai tradisional Ubud yang memikat banyak jiwa di luar sana."
"Tuh, kan? Bukannya tujuan Bon-Bon ke Bali untuk mendatangi Pura Uluwatu? Bon-Bon sendiri yang ngomong ke Mamam!"
"Iya, Mam.. Tapi mulainya ya dari Ubud. Pura itu puncak perjalanan, Bon-Bon mesti mengitari lerengnya dulu..!!" Bon-Bon sok berfilosofi.
"Iya, deh.. Suka-suka Bon-Bon, saja.. Yang penting, Bon-Bon harus sering-sering laporan sama Mamam. Mamam juga harus terlibat dalam misi kamu."
"Oke, Mamam.. Suwer.. Bon-Bon janji akan mengabari petualangan Bon-Bon sesering mungkin. Tapi lewat chatting aja, yah...? Biar ngirit pulsa...!!" Mama-anak itu tersenyum ceria. Entah oleh rasa rindu yang terobati atau oleh prinsip hemat pulsa yang mereka anut bersama.
No comments:
Post a Comment